Selasa, 04 Maret 2014

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB SEXUALLY TRANSMITTED DISEASE ( STD ) ATAU PENYAKIT MENULAR SEKSUAL ( PMS )


MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB
SEXUALLY TRANSMITTED DISEASE ( STD ) ATAU PENYAKIT MENULAR SEKSUAL ( PMS )






SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
PRODI D-III KEBIDANAN
Jl. P. Diponegoro No. 17 Tuban 62313 Tlp (0356) 321287 Fax (0356) 333237




NAMA KELOMPOK 4 :

1.      Anjar Sari Mukti Rahayu                                        ( 13.11.1.149.0735 )
2.      Faiqotin                                                                      ( 13.11.1.149.0745 )
3.      Listiana Tri Widya                                                    ( 13.11.1.149.0755 )
4.      Ovilla Kemala Putri                                                  ( 13.11.1.149.0765 )
5.      Sefiana Wahyu Priyani                                            ( 13.11.1.149.0775 )
6.      Ulfatus Harisna                                                         ( 13.11.1.149.0786 )






















KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati dan dengan  memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segenap limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini secara umum  membahas tentang materi ” PENYAKIT MENULAR SEKSUAL “  yang berhubungan dengan mata kuliah kesehatan reproduksi dalam dan kb yang di ajarkan di STIKES NU  Tuban.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ditemukan banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik yang membangun untuk proses perbaikannya dari semua pihak yang terkait, sangat kami harapkan.
Kami berharap agar makalah ini sangat bermanfaat bagi semua komponen STIKES NU Tuban  dalam melaksanakan pembelajaran khususnya pihak-pihak yang terkait pada umumnya.

















DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................ ....... 2
NAMA KELOMPOK................................................................. ....... 3
KATA PENGANTAR................................................................ ....... 4
DAFTAR ISI................................................................................ ....... 5
BAB. I PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang......................................................................... ....... 6
1.2  Rumusan masalah.................................................................... ....... 7
1.3  Tujuan masalah........................................................................ ....... 7
1.4  Manfaat.................................................................................... ....... 7
1.5  Metode penulisan..................................................................... ....... 7
BAB. II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PMS....................................................................... ....... 9
2.2 Upaya penekan PMS............................................................... ..... 11
2.3 Macam-macam PMS................................................................ ..... 12
A.    Infeksi bakteri.................................................................... ..... 12
B.     Infeksi virus....................................................................... ..... 28
C.     Infeksi infestasi artropoda................................................. ..... 48
D.    Infeksi protozoa................................................................. ..... 50
2.4 Penanganan PMS..................................................................... ..... 52
2.5 Peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan PMS..... ..... 54
BAB. III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................. ..... 55
3.2 Saran........................................................................................ ..... 55
DAFTAR PUSTAKA................................................................. ..... 56





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Penyakit kelamin adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga secara ora-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah genital saja, tetapi apat juga pada daerah – daerah ekstra genital.
Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi ada beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat – alat, handuk, termometer, dan sebagainya. Selain itu penyakit kelamin ini juga dapat menularkan penyakitnya ini kepada bayi dalam kandungan.
Pada waktu dulu penyakit kelamin di kenal sebagai Veneral Diseases yang berasal dari kata venus (dewi cinta), dan yang termasuk dalam venereal diseases ini yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venereum, dan granuloma inguinale.
Ternyata pada akhir – akhir ini ditemukan berbagai penyakit lain yang juga dapat timbul akibat hubungan seksual dan penemuan ini antara lain disebakan oleh perbaikan sarana dan teknik laboratorium dan penemuan beberapa jenis penyaki secara epidemi seperti herpes genetalis dan hepatitis B.
Oleh karena itu istilah V.D makin lama makin di tinggalkan dan di oerkenalkan istilah Sexually Transmitted Diseases (S.T.D) yang berarti penyakit – penyakit yang dapat di tularkan melalui hubungan kelamin, dan yang termasuk penyakit ini adalah kelima penyakit V.D. tersebut di tambah berbagai lain yang tidak masuk V.D istilah S.T.D. ini diindonesiakan menjadi P.M.S. (Penyakit Menular Seksual), ada pula yang menyebutnya P.H.S. (penyakit hubungan seksual). Sehubungan P.M.S ini sebagian besar di sebabkan oleh infeksi, maka kemudian istilah S.T.D telah di ganti menjadi S.T.I (Sexually Transmitted Infection).

1.2  Rumusan masalah
·         Apa definisi penyakit menular seksual
·         Bagaimana upaya menekan PMS
·         Macam-macam PMS
·         Bagaimana penanganannya
·         Bagaimana peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan PMS

1.3  Tujuan masalah
·         Untuk mengetahui definisi penyakit menular seksual
·         Untuk mengetahui upaya menekan PMS
·         Macam-macam PMS
·         Untuk mengetahui penanganan dari PMS
·         Untuk mengetahui cara bidan dalam pencegahan dan penanggulan PMS

1.4  Manfaat
A.    Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh PMS  terhadap kesehatan reproduksi pada wanita
B.   Bagi responden
Dapat mengetahui tentang pengaruh PMS terhadap kesehatan reproduksi pada wanita
C.     Bagi institusi pendidikan
Memberikan sumbangan pustaka dan literatur yang dapat digunakan oleh mahasiswa STIKES NU TUBAN.
D.    Bagi institusi pelayanan kesehatan
Dapat mengetahui dampak negative dari PMS  yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

1.5  Metode masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan, dimana dalam pengumpulan data yakni melalui penelitian dokumen, data diperoleh dari berbagai sumber baik dalam media cetak maupun elektronik atau internet.





























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PMS

PMS adalah infeksi atau penyakit yang di tularkan melalui hubungan seks (oral, anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang di tularkan melalui hubungan seks yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa gejala dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, serta organ tubuh lainnya, misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B
Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditakuti oleh setiap orang. Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang yang sering  “jajan” alias punya kebiasaan perilaku yang tidak sehat.
Infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual, atau Penyakit kelamin menular adalah penyakit yang cara penularanyya melalui hubungan kelamin. Yang ditularkan dari satu orang ke orang lain saaat berhubungan badan. Tempat terjangkitnya penyakit tersebut tidak semata-mata pada alat kelamin saja, tetapi dapat terjadi diberbagai tempat diluar alat kelamin.
Pnyakit kelamin adalah penyakit yang cara penularannya melalui hubungan kelamin. Tempat terjangkitnya penyakit tersebut, tidak semata-mata pada alat kelamin saja, tetapi dapat terjadi di berbagai tempat di luar alat kelamin. Dulu penyakit ini dikenal dengan nama “venereal diseases”, berarti penyakit Dewi Cinta menurut versi Yunani.
            Dalam penelitian lebih lanjut dijumpai bahwa makin bertambah penyakit yang timbul akibat hubungan seksual sehingga nama penyakit kelamin (venereal diseases) berubah menjadi “sexually transmitted disease” (STD) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Penyakit Menular Seksual (PMS). Dari sudut epidemiologi ternyata penyakit menular seksual berkembang sangat cepat berkaitan dengan pertambahan dan terjadinya migrasi penduduk, bertambahnya kemakmuran, serta terjadi perubahan perilaku seksual yang semakin bebas tanpa batas.
            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran menyebabkan diketahuinya bakteri, protozoa, jamur, dan virussebagai penyebab penyakit menular seksual. Sebagian besar penyakit menular seksual tersebut dapat disembuhkan kecuali acquired immunodefisiency syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh human virus T limfotropik tipe III (HTLV III). Penyakit virus terakhir ini melumpuhkan semua kemampuan daya tahan tubuh terhadap berbagai daya tahan tubuh terhadap berbagai bakteri, jamur, protozoa dan virus lainnya, sehingga dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang kompleks. Disamping itu penyakit ini masih belum dapat ditemukan pengobatannya sehingga berakhir dengan kematian yang mengenaskan.
            Di Indonesia penyakit ini telah menjalar dengan perkembangan penularan yang cukup cepat. Tidak dapat disangkal bahwa mata rantai penularan penyakit menular seksual adalah wanita tunasusila (WTS) yang dapat menyusup dalam kehidupan rumah tangga. Perubahan perilaku seksual telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Bila penyakit menular sebagian besar dapat diselesaikan dengan pengobatan yang tepat sehingga tidak menimbulkan penyulitan selanjutnya, berbeda dengan kehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah terakhir ini mempunyai dampak yang lebih luas baik biologis, psikologis, sosial, spiritual, dan etika.
            Penyakit menular sekasual dapat menimbulkan infeksi akut (mendadak) yang memrlukan penangan yang tepat karena dapat menjalar ke alat genitalia bagian dalam dan menimbulkan penyakit radang panggul. Pengobatan yang kurang memuaskan menyebabkan penyakit menjadi menahun (kronis) dengan akibat akhir rusaknya fungsi alat genitalia bagian dalam sehingga menimbulkan kurang subur atau mandul.
            Dalam pertemuan di Atlanta USA, tentang penyakit menular seksual, dinyatakan bahwa mata rantai yang ditularkan oleh WTS tidak dapat dihilangkan tetapi hanya mungkin diperkecil peranannya. Dengan ditemukannya penyakit AIDS yang disebabkan oleh virus dan sampai sejauh ini belum ada pengobatannya, masyarakat harus berhati-hati.

2.2 Upaya Menekan PMS

            Menekan penyebaran penyakit menular seksual yang menimbulkan masalah dan malapetaka dalam rumah tangga adalah dengan mempergunakan kondom. Dalam berbagai penelitian yang disampaikan pada pertemuan nasional dan internasional dikemukakan bahwa peranan kondom sebagai alat proteksi terhadap penyebaran penyakit hubungan seksual sangat besar, sehingga dianjurkan untuk selalu mempergunakannya bila berhubungan dengan wanita tunasusila.
            Dlam upaya pemerintah untuk mengurangi penyebaran penyakit hubungan seksual dilakukan beberapa langkah diantaranya lokalisasi WTS, agar mereka mudah dikontrol dan diberikan proteksi pengobatan, sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit hubungan seksual  Keberadaan “call girl” yang sebenarnya juga berstatus sebagai wanita penghibur agak sulit diatur, tetapi mereka lebih memperhatikan diri, sehingga diduga tidak banyak berperan dalam penyebaran penyakit hubungan seksual.
            Dengan pengertian demikian dapat dibayangkan betapa pentingnya peranan kondom untuk melindungi diri dari mata rantai penyebaran penyakit hubungan seksual karena AIDS merupakan infeksi virus yang tidak dapat disembuhkan. Menghadapi inveksi virus yang menyebabkan AIDS, kini manusia dengan masyarakat ilmiah dan penelitiannya sedang berusaha untuk menemukan obat atau vaksinnya untuk menyembuhkan atau mencegah penyebarannya. Semua lembaga penelitian dan ilmiah mendapat tugas mulia, bila mendapatkan obat atau vaksinnya demi kelanjutan hidup manusia yang aman, damai , dan serasi. Sudah dapat dipastikan bahwa mereka yang berhasil akan menerima hadiah Nobel dalam bidang kesehatan.


2.3 Macam-macam PMS
A. Infeksi Bakteri
1.      Klamidia
Tinjauan umum
Terdapat persamaan antara infeksi yang disebabkan oleh  N. gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis (CT). Klamidia memiliki akses kedalam tubuh melalui invasi pada sel-sel epitel endoservik,uretra,endometrium,tuba Fallopi,rectum, dan konjungtiva yang sama pada infeksi gonokokus. Infeksi pada pria relatif asimtomatik dan memiliki mordibitas yang rendah.Konsekuensi utama dari infeksi pada pria adalah risiko penularan pada wanita pasangannya. Pada wanita infeksi gonokokus dan klamidia dapat menyebabkan PID,nyeri kronik,infertilisasi,dan kehamilan ektopi. Terdapat resiko pada bayi baru lahir. Perbedaan klinis yang paling besar antara infeksi GC dan CT pada wanita adalah bahwa PID akibat klamidia seringkali asimtomatik,sehingga infeksi klamidia merupakan bahaya kesehatan masyarakat yang utama karena berpotensi menyebabkan kerusakan serius yang tidak disadari pada saluran reproduksi bagian atas wanita.
            Chlamydia trachomatis merupakan PMS yang paling sering di AS dan Eropa.Klamidia merupakan bakteri yang unik. Seperti virus,bakteri ini merupakan parasit obligat intrasel dan hanyan dapat diperbanyak pada kultur sel. Klamidia menyebabkan sekitar 50% kasus uretritis nongonokokal pada pria. Pada wanita, klamidia dapat menyebabkan servisitis mukopurulen dan ‘sindrom uretral’. Pada sindrom uretral,nyeri saat berkemih berhubungan dengan sel darah putih, namun bukan bakteri,pada urin. Tidak seperti gonrea, infeksi klamidia pada saluran genitalia bagian atas sering menginvasi endometrium tanpa menyebabkan tanda-tanda PID yang jelas.Infeksi subklinis seperti itu mungkin pertama kali dikenal sebagai diagnosis akibat infertilitas atau kehamilan ektopik.
            Beberapa  strain klamidia menyebabkan kelainan unik yang dikenal sebagai limfroglanuloma venereum (LGV),suatu penyakit kronik suatu sifilis yang memiliki 3 stadium klinis. Lesi primer pada LGV berukuran kecil,berupa papul yang tidak jelas pada genitalia dan dengan cepat dan diam-diam menghilang. Stadium skunder pada LGV ditandai oleh demam,malaise, dan limfedenetis akut pada daerah inguinal (pembentukan bubo = sindrom inguinal) dan atau proktitis hemoragik atau (sindrom anogenitorektal). Mayoritas pasien yang tidak beruntung, klamidia menetap pada jaringan anogenital dan menyebabkan respons peradangan kronik yang dapat menimbulkan ulkus,fistula, dan striktur pada saluran genitalia. Namun bersifat sporadic di AS dan Eropa.Neonatas yang terpapar klamidia pada jalan lahir dapat mengalami pneumonia afebril atau konjungtivitis yang dapat berlanut menjadi kebutuhan.
            Tidak seperti gonokokus, klamidia membutuhkan terapi jangka panjang untuk mengeradikasi kumpulan bakteri intraseluler.Karena infeksi gonorea dan klamidia sering terjadi bersamaan, maka mayoritas regimen terapi terdiri dari satu antibiotik untuk gonokokus dan lainnya untuk klamidia.Resistensi  antibiotik yang sebenarnya jarang ditemukan pada infeksi klamidia.

Epidemiologi infeksi klamidia
Infeksi klamidia merupakan penyakit orang muda. Faktor risiko tambahan antara lain status sosioekonomi  yang rendah, pasangan seks yang berganti-ganti, dan penggunaan kontrasepsi oral. Metode kontrasepsi penghalang (kondom,diafragma, dengan  spermisida) dapat menurunkan risiko penyakit ini.

Biologo klamidia
Secara structural klamidia merupakan mikroorganisme parasit obligat intraseluler.Klamidia digolongkan sebagai bakteri karena mngandung DNA dan RNA. Seperti bakteri  Gram-negatif, mereka memiliki protein membran luar dan lipoporisakarida (LPS). Klamidia berbeda dari semua bakteri lainnya karena siklus pertumbuhannya ditandai oleh adannya transformasi menjadi dua bentuk yang berbeda: badan elementer  (elementary,body,EB) dan  badan reticular(reticulate body, RB). Badan elementer sangat infeksius, memiliki bentuk pertumbuhan ekstraseluler yang kaku yang secara metabolik bersifat infaksi.Badan elementer menempel pada sel kolumnar nonsilia atau epitel kuboid dan menginduksi ingesti oleh sel pejamu. Fagosom yang mengandung badan elementer tidak bersatu pada lisosom sel pejamu, suatu sifat yang dibutuhkan CT untuk bertahan hidup dan sangat unik dan beberapa organisme (Mycobacterium tuberculosis  merupakan organisme lainnya ). Di dalam fagiosom,badan elementer mengalami reorganisasi  menjadi lebih besar, aktif secara metabolik, rapuh, dan menjadi badan reticular yang noninfeksius. Badan reticular membelah berkali-kali melalui pembelahan biner didalam fagosom sel pejamu. Mereka akan mengalami reorganisasi kembali menjadi badan elementer infeksius yang akan dilepas ketika sel pejamu mati.
Terdapat 15 serotipe atau serovar yang berbeda pada klamidia. Serovar-serovar ini diidentifikasi sebagai A sampai K, Ba,L1,L2 L3. Strain D-K berkaitan dengan PMS akibat klamidia. L1,L2, dan L3, menyebabkan LGV.

2.      Sifilis
Perjalanan alamiah sifilis yang tidak di obati
Sifilis  disebabkan oleh suatu spiroketa, Treponema pallidum, yang masuk kedalam tubuh melalui celah kecil pada kulit genitalia eksterna yang terjadi selama hubungan seksual. Selama spiroketa masuk, penyakit yang tidak diobati akan berlanjut melalui empat tahap yang berurutan: sifilis primer, sekunder, laten dan tersier.Terapi antibiotik pada suatu stadium sebelum tersier dapat mencegah squelae lanjut dan mengancam nyawa dari penyakit.Sifilis juga dapat ditularkan dari wanita kepada janinnya pada setiap saat selama kehamilan, dengan konsekuensi yang serius.
            Lesi primer sifilis, yaitu chancere, berkembang pada lokasi dikelamin yang dekat  pada lokasi masuknya T. paliidum kedalam  tbuh: penis, labia, perineum, anus, atau rectum. Chancre, merupakan papul kecil tidak nyeri yang menetap selama 1-2 bulan akan smbuh spontan.
            Stadium sekunder dari sifilis adalah bentuk diseminata.Spiroketa yang terdapat dalam darah berkumpul di dermis seluruh tubuh dan menyebabkan bercak papul kemerahan yang menyebar luas dibatang tubuh dan ekstremitas. Karena penyakit bersifat sistemik, maka sering dijumpai dengan demam,mialgi, limfadenopati, sakit flu, dan sakit kepala. Sifilis sekunder juga berhubungan dengan deposisi kompleks imun dipersendian, ginjal, dan mata yang menyebabkan atritis, glomerulonefritis, sindrom nefrotik, dan uveitis. Sifilis sekunder yang  tidak diobati menghilang dalam 4-12 minggu,  sehingga pasien bebas dari gejala. Beberapa bulan hingga tahun berikutnya sampai tibul gejala-gejala sifilis tersier dikenal sebagai peride laten.
            Sifilis tersier biasanya dampak beberapa tahun setelah stadium diseminata.Sifilis tersier dapat melibatkan berbagai organ, termasuk sistem kardiovaskuler dan sistem saraf. Secara keseluruha, sekitar seperempat pasien yang tidak diobati mengalami komplikasi sifilis lanjut (tersier) yang dapat dikenal, seperempat pasien mengalami lesi asimtomatik  yang dapat ditunjukan saat autopsy, dan setengah pasien tidak memiliki lesimanatomis akibat langsung dari penyakit, biasanya karena komlokasi kardiovaskuler.
            Infeksi pada plasenta dan janin akan terjadi pada 100% wanita hamil yang mengalami spiroketemia yang menyertai sifilis primer atau sekundr. Komlokasi sifilis pada kehamilan meliputi keguguran spontan, lahir mati, persalinan premature, dan sifilis congenital.Manifestasi sifilis kongetal adalah protean.Angka kematian neonatus adalah 50%.
            Sifilis diterapi dengan penisilin pada semua pasien, kecuali pasien yang memiliki alergi.

Epidemiologi sifilis
Sifilis sangat banyak ditemui  diberbagai bagian dunia hingga terapi antibiotik ditemukan pada tahun 1940-an. Prevalensi penyakit ini menurun drastic setelah perang dunia II namun mulai meningkat lagi pada tahun 1960-an. Hampir 75% kasus tidak dilaporkan. Wanita dan pria yang memiliki resiko tinggi untuk mengalami  sifilis adalah yang berusia muda, dari kelompoksosioekonomi rendah, dan memiliki pasangan seksual yang multiple. Sebanyak 10-60 organisme penyebab sifilis sudah cukup untuk menyebabkan infeksi dan sekitar sepertiga kontak seksual dengan orang yang terinfeksi akan menjadi terinfeksi. Insidenfi sifilis congenital sesuai dengan  insidensi pada wanita terinfeksi dan terus meningkat. Kewajiban untuk skrining prenatal telah menurunkan insidensi sifilis congenital lanjut: tidak ada atau terlambatnya perawatan prenatal merupakan faktor risisko terbesar terjadinya sifilis kongenutal.

Biologi T. pallidum
Treponema  pallidummerupakan  anggota dari jenis bakteri Spirochaetaceae,dan sangat berhubungan dengan dua treponema lain yang menyebabkan penyakit pada manusia: Treponema pertenue, yang  menyebabkan yaws (frambusia) dan T carateum yang menyebabkan pinta. Pemeriksaan dengan mikroskop electron maupun analisis DNA tidak dapat membedakan ketiga organisme ini.Dipercaya bahwa penyakit-penyakit berbeda yang berkembang menggambarkan adaptasi organisme dan pejamu terhadap titik yang berbeda saat masuk kedalam tubuh.
            Treponema pallidum merupakan  organisme yang relatif rapuh yang tidak dapat hidup lebih dari beberapa jam pada daerah yang lembab diluar tubuh. Mikrobiologi organisme ini belum dimengerti dengan baik karena tidak dapat dipertahankan pada kultur sel.
            Sebagai besar manifestasi sifilis adalah akibat reaksi peradangan yang disebabkan oleh organisme.Sel polimorfonuklear (PMN) berkumpul ketempat inokulum dan memakan spiroketa namun tidak membunuhnya.Limfosit dan magrofag tertarik kelokasi tersebut.Keduannya juga mengelilingi treponema namun tidak membunuhnya.Antibody antitreponema dibentuk, kadang-kadang dalam jumlah yang dapat menyebabkan glomenuroflitis.Kompleks imun.Masih merupakan hal yang menakjupkan dan belum diketahui bagaimana T. pollidum mampu menghindari pertahanan pejamu dan menimbulkan infeksi.Lokasi infeksi primer dikelilingi oleh materi mukoid yang tersusun atas asam hialuronad dan kondroitin sulfat yang mungkin mngubah pertahanan pejamu. Penujuk paling baik yang dapat menjelaskan dannya penyakit adalah penemuan bahwa sensitifitas tipe lambat (delayed type sensitifiti ) terrdapat antigen treponemal tidak terdapat pada sifilis sekunder. Spiroketa baru yang  diingokulasi kedalam sistem tidak bersifat infeksius saat telah terjadi infeksi awal yang menentap. Ini merupakan mekanisme yang umum pada penyakit parasit kronis, yang disebut sebagai ‘premunisi’pejamu kebal terhadap reinfeksi namun tidak dapat menghilangkan infeksi awal.
            Setelah fase sistemik infeksi terjadi, spiroketa terdapat dengan jelas disetiap tempat pada jaringan yang terinfeksi.Akan tetapi, inflamasi terjadi lebih banyak disekeliling pembuluh darah kecil dan menyebabkan hiperplasia intima dan endarteripis obliteratif.Nekrosis iskemik fokal dan fibrosis selamnjutnya menyebabkan berbagai manifestasi lanjut dari penyakit.
            Peribahan peradangan yang disebabkan oleh spiriketa paling mencolok pada sifilis congenital.Plasenta mengalami vibrosis difus yang disertai peradangan dan nekrosis pada pembuluh darah janin pada fili palsenta.Insufisiensi faskular yang dihasilkan menyebakan pertumbuhan janin yang buruk (intrauterine growth restriction) dan lahir mati.Fibrosis pada hati dan limpa menyebabkan anemia pada janin. Hemotopoiesis ekstramedular konpensasi mempercepat terjadinya hipates plenomegali dan terbentuknya efusi pleura dan asites (hidropsfetaalis) beberapa bayi akan memiliki bercak kulit yang sangat menyerupai sifikis sekunder. Keluarnya cairan dari hidung yang penuh dengan spiroketa (snuffles) mungkin merupakan salah satunya petunjuk adanya sifilis congenital saat lahir.
            Manifestasi lanjut dari sifilis, baik congenital maupun tersier, meliputi vaskulitis dan kerusakan parenkim pada sistem syaraf pusat.

3.      Granuloma Inguinal (Donovanosis)
            Adalah infeksi kronik dan ulseratif pada vulva yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif intraseluler Klebsiella garanulomatis. Endemis dibeberapa daerah tropis dan negara berkembang. Granuloma inguinal tidak sangat menular, biasanya membutuhkan paparan kronis tetapi dapat ditularkan melalui kontak seksual atau nonseksual yang dekat. Masa inkubasi berkisar 1 sampai 12 minggu.
            Keluhan dan gejala mulai dengan nodul tanpa keluhan yang kemudian mengalami ulserasi membentuk banyak ulkus berwarna merah daging, tidak terasa nyeri dan bergabung menjadi satu. Biasa terjadi kerusakan bentuk vulva. Mungkin terjadi adenopati yang minimal.
            Diagnosis : pemeriksaan mikroskopis atas usapan dan spesimen biopsi memperlihatkan benda-benda Donovan intrasitoplasmik yang patognomonik, kerumunan bakteria yang tampak seperti peniti (bipolar).
            Terapi rekomendasi menurut CDC: doksisiklin 100 mg oral 2x sehari selama paling sedikit 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna.
            Terapi alternatif :
·         Azitromisin 1 g oral setiap minggu selama 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau
·         Siprofloksasin 750 mg oral 2x sehari selama paling sedikit 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau
·         Eritromisin basa 500 mg 4x sehari selama paling sedikit 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau
·         Trimetoprim-sulfametoksazol kekuatan ganda (160 mg / 800 mg) satu tablet 2x sehari selama paling sedikit 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau

4.      Gonorea
Tinjuan umum
Gonorea merupakan penyakit menular yang yang paling sering dilaporkan diberbagai negara  yang lebih maju.Rerata di negara-negara ini adalah 5-50 kali lebih tinggi dibandingkan negara yang kurang maju.Kokus Gram -negatif yang menyebabkan penyakit ini adalah Neisseria gonorrhoeae. Kokus ini merupakan organisme yang sangan spesifik yang membutuhkan permukaan mukosa untuk masuk ke dalam tubuh. Konsenkuesi  kesehatan yang paling penting akibat infeksi gonorea adalah kerusakan tuba fallopii yang berkaitan dengan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik (tuba) dan infertilitas.
Pada pria, uretritis merupakan manifestasi klinis yang paling sering dari gonorea. Gejala-gejalanya meliputi disuria dan atau keluarnya cairan plururan dari uretra. Komplikasi lokal akibat gonorea jarang terjadi, walaupun dapat terjadi setriktur uretra, epididimitis, prostatitis. Anatara 20-30 % priahetero seksual  dengan gejala uretritis gono kokal juga terinfeksi oleh clamydia trachomatis.
Infeksi gonokokal pada wanita sering asimtomatic. Namun demikian, morbiditas akibat infeksi ini jauh lebih banyak di bandingkan yang terjadi pada pria yang terinfeksi. Ironisnya, sejumlah besar wanita yang diagnosis terinfeksi gonorea di identifikasi di klinik penyakit menular seksual ( PMS atau sexsually tranmitted disease,STD) karena merupakan istri asimtomatic dari suami yang telah terinfeksi. Infeksi gonokokal urogenital tanpa komplikasi pada wanita mungkin timbul sebagai di surya akibat uredtritis, keluarnya cairan dari vagina akibat servisitas, atau keluarnya cairan purulen dari kelenjar skene atau bartholin pada introitus vagina. Penyakit peradangan pelvis ( pelvis inflammatory) disease, PID) adalah genetalia bagian atas dan meliputi endometritis, salpingitis dan peritonitis. Neisseriagonorrhoeae dan C. Trachomatis merupakan dua patogan yang paling sering di isolasi dari hasil kultur wanita dengan PID. Wanita dengan PID gonokokal datang dengan gejala nyeri perut bagian bawah, pendarahan uterus abnormal, dispareunia ( nyeri saat berhubungan intim) dan demam. Walaupun murtalitas pada PID  rendah, namun morbidibitasnya sangat tinnggi. PID merupakan faktor resiko untuk nyeri pelvis kronis, infertilitas, dan kehamilan tuba. Pada beberapa daerah di afrika, hampir 50% wanita infertin akibat oklusi tuab pada PID gonokokal.
Manifestasi klinis serius lainnya termasuk infeksi gonokokal, suatu bentuk yang berat dari konjungtivitis pada bayi baru lahir ini yang mendapat infeksi dari jalan lahir. Oftalmia gonokokal neonatal dapat menyebabkan kebutaan jika tidak di terapi. Kelainan ini jarang erjadi di negara negara maju karena dapat keharusan untuk melakukan profilaksi okular saat kelahiran, namun penyakit ini tetap menjadi masalah besar pada beberapa bagian negara negara belum berkembang.
Gonorea diterapi dengan antibiotik. Pemilihan antibiotik masih tetap di kembangan karena terdapat kecenderungan organisme untuk menyebabkan STD lainnya dan menjadi resisten terhadap antibiotik.

Epidemiologi gonorea
Gonorea sebagian besar  merupakan penyakit pada orang muda. Insidensi memuncak pada pria dan wanita pada berusia 18-24 tahun. Selain usia, faktor resiko lain meliputi keadaan sosioekonomi yang rendah, lingkungan urban, status belum menikah, ras nonkulit putih, pria homoseksual dan prostitusi.

Biologi N. Gonorrhoeae
Gonokokus masuk ke dalam tubuh dengan menempel pada sel epitel mukosa kolumnar nonsilia dengan menggunakan stutur permukaan khusus pada bakteri yang di sebut pili. Setelah menempel, gonokokus mengalami endositoses oleh sel. Pada tahap ini, suatu peristiwa yang dimediasi oleh lipopoli sakarida ( lipopoly sacc haride, LPS :endotoksin) aktifasi dan zat zat di dekatnya di gunung. Setelah endositosis bakteri, vakuola yang mengandung gonokokus yang viable dan bereplikasi  melewati sel dari permukaan mukosa menjadi membran subepitel. Disini, bakteri dilepaskan kedalam jaringan di bawahnya. Kerusakan permukaan yang disebabkan oleh gonokokus memungkinkan patogan lain, seperti klamidia, memiliki akses kesaluran reproduksi bagian atas dan menyebabkan PID multi organisme. Pergerakan gonokokus kelokasi subepitel juga menjelaskan seringnya kegagalan dalam mendapatkan bakteri pada tuba valopi walaupun kultur servik menunjukkan PID positif.
Gonokokus dapat menjadi resisten terhadap antibiotik karena mekanisme yang dimediasi oleh plasmid dan mekanisme kronosomal. Mayoritas resistensi yang di mediasi adalah terhadap penisilan dan tetrasiklin. Resistensi yang dimediasi secra kromosomal bersifat lebih umum dan meliputi mutasi yang mengubah permeabilitas dinding sel atau afinitas proten pengikat pada antibiotik.

5.      Ulkus Mole
Ulkus mole adalah penyakit infeksi pada alat kelamin menular yang akut,setempat,disebabkan oleh Haemophilus ducreyi dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus yang multipel, nyeri pada tempat inokulasi, dan sering disertai pernanahan kelenjar getah bening ragional. Disebut juga soft chancre, chancroid, soft sore.

Etiologi
Basis H. Ducreyi merupakan hasil negatif Gram. Karena lesi terbuka di daerah genetelia sering tertutup oleh infeksi sekunder, basil H. Ducreyi lebih mudah di cari bila bahan pemeriksaan berupa nana di ambil dengan cara aspirasi abses kelenjar inguinal. Kuman ini suka dibiak.
Patogenesis
Tempat masuk kuman adalah daerah yang sering atau mudah mengalami abarasi , erosi, atau ekskoriasi, yang di sebabkan oleh trauma, infeksi lainnya, atau iritasi yang berhubungan dengan kurangnya higiene perorangan. Pada lesi, organisme terdapat dalam makrofag dan netrofil atau bebas berkemlompok ( mengumpul) dala jaringan intirtisial.
 Belum pernah di laporkan bahwa penyakit ini dapat menular ke bayi yang di lahirkan dari ibu dengan chancroid  aktif pada waktu in part 2
Manifestasi klinis
Masa inkubasi berkisar antara 1 - 14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari. Lesi kebanyakan multipel,biasanya pada daerah genital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul, kemudian menjadi vesiko-pustul pada tempat inokulasi, cepat pecah menjadi ulkus.
Ulkus kecil, multipel, sangat nyeri ( terutama bila kena kakeat atau urin) tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering berbaung dan di kelilingi halo yang eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik dasar ulkus, berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi pada pria ialah permukaan mukosa preputium, sulkus koronalius, frenulus penis, dan batang penis. Dapat juga timbul lesi di dalam uretra, skotum, perineum, atau anus. Pada wanita sering mengenai labia, klitoris, fouchette, vestibuli, anus dan servik.
Gambaran ulkus mole pada wanita bervariasi. Ulkus tidak senyeri pada pria dan keluahan dapat berupa disurya, nyeri waktu devekasi, dispaurenia, atau duh tubuh vagina.
Lesi ekstra genital terdapat pada lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilipus, dan konjugtiva.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan sediaan apus di ambil dari permukaan tepi ulkus yang berbaum, dengan pewarnaan gram, unna-peppenhein, wright, atau giemsa ditemukan hasil berkelompok atau berderet seperti rantai.
Biarkan kuman dengan bahan di ambil dari pus bubo atau lesi kemudian di tanam pada perbenihan atau plat atau khusus,  yaitu agar gonokok dan muller  hinton.
Dapat pula dilakukan tes imunofluoresensi, biopsi,tes kulit iti-reenstierna, dan autoinokulasi .



Komplikasi
Dapat timbul mixed chancre abses, kelenjar iduinal, fimosis, parafimoses, fistula uretra , dan infeksi camouran. Biala terjadi infeksi campuran dengan treponema pallidum disebut ulkus mikstum : mulanya menunjukkan gamabaran ulkus mole tapi semakin berkurang nyerinya dan lebih berindurasi.

Diagnosis
Berdasarkan pada riwayat pasien, pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan laboratorium untuk menentukan agen menyebabnya. harus di pikirkan juga kemungkinan infeksi campuran. Selanjutnya pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk menyingkirkan siflis.

Penatalaksanaan
1.      Medikamentosa
·         Untuk pengobatan sistemik dapat diberikan salah satu obat dibawah ini:
§  Siprofloksasin * 500 mg per oral dosis tunggal
§  Ofloksasin *400m per oral dosis tunggal
§  Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal
§  Eritromisin 500mg per  oral 4 kali sehari selama 7 hari
§  Seftriakson 250mg injeksi intramuscular sebagai dosis tunggal
§  Trimetropim –sulfametoksasol 80-400mg, 2 X 2 tablet per oral selama 7 hari
·         dikontara indikasikan untuk wanita hamil,menyusui dan anak kurang dari 12 tahun
·         Sebagai pengobat local dapat dilakukan kompres,rendam,atau irigasi dengan larutan salin yang akan membantu menghilangkan debris nekrotik da mempercepat penyembuhan ulkus.antiseptik local merupakan kontra indikasi karena dapat mengganggu pemeriksa untuk diagnosis dini sifilis dengan mikroskop lapangan gelap. Aspirasi jarum dinjurkan untuk bubo berukuran cm atau lebih dengan fruktuasi dibagin tengah untuk mencegah pecahnya bubo.
2.      Non medikamentosa
Berikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
·         Bahaya penyakit menular seksual (PMS) dan komplikasinya
·         Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
·         Cara peularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
·         Hindari hubungan seksual sebelum sembuh , dan memakai kondom jika tidak dapat menghindarkan lagi
·         Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa datang

6.      Limfogranuloma Venereum
Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal, anus, dan rektum.
                   
Etiologi
Chlamydia trachomatis

Manifestasi Klinis
LGV adalah penyakit sistemik yang primer menyerang sistem limfatik , manifestasi klinis dapat akut, subakut , atau kronik , dengan komplikasi pada stadium lanjut. Stadium dini terdiri dari lesi primer genital dan sindrom genital . Stadium lanjut dapat berupa sindrom ano-rektal dan elefantiasis genital (esthiomene ).
Lesi primer    genital
            Setelah masa inkubasi antara 3 – 20 hari, akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak sakit, tidak khas, dan cepat hilang . Lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal papul- papul gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagi uretritis nonspesifik. Pada pria sering berlokasi di ulkus koronarius, frenulum, preputium, penis, uretra, dan skrotum. Pada wanita lebih sering terjadi pada dinding posterior vagina, portio, bagian posterior serviks, dan vulva. Lesi primer pada pria sering disertai oleh limfangitis. Pada bagian dorsal penis dan membentuk nodul limfangial yang lunak atau abses kecil.

Sindrom inguinal
Biasanya beberapa hari sampai minggu setelah lesi primer menghilang. Pada 2/3 kasus terjadi limfadenitis inguinal yang unilateral . Gejala sistemik seperti demam , menggigil anoreksia, nausea, sakit kepala, sering menyertai sindrom ini.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan :
·         Kelenjar inguinal membesar , nyeri, dan teraba padat, kemudian berkembang menjadi peradangan sekitar kelenjar atau perilimfadenitis
·         Perlekatan antara kelenjar sehungga terbentuk paket, juga perlekatan kelenjar dengan kulit di atasnya , kulit tampak merah kebiruan, panas, dan nyeri.
·         Perlunakan kelenjar yang tidak serentak ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus, dan terbentuk abses multipel.
·         Abses pecah menjadi sinus dan fistel multipel pada 1/3 kasus, sedangkan yang lain mengalami involusi secara perlahan dan membentuk massa padat kenyal di daerah inguinal.

Beberapa bentuk spesifik yang dapat terjadi seperti pembesaran kelenjar di atas dan bawah ligamnetum inguinal Pouparti sehingga tercentuk celah yang disebut sing of groove ( Greenblatt’s sign ). Terjadi pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superfisial, dan profundasi menyebabkan bentuk seperti tangga sehingga disebut ettage bubo. Pada penyembuhan fistel akan terbentuk parut yang khas di daerah inguinal.

Sindrom Anorektal
Terutama pada wanita akibat penyebaran langsung dari lesi primer di vagina ke kelenjar limfe perirektal . Gejala awal adalah perdarahan anus yang diikuti oleh dud anal purulen disertai febris, nyeri saat defekasi, sakit perut bawah, konstipasi, dan diare. Bila tidak diobati dapat terjadi proktokolitis berat yang gejalanya mirip kolitis ulserosa dengan tanda-tanda fistel anil, abses perirektal, dan abses rektovaginal/rektovesikal. Pada pria, gejala proktitis menunjukkan kebiasaan homoseksual.

Sindrom Genital
Dapat berupa edema vulva sepanjang klitoris sampai ke anus (elefantiasis labia ) sebagai akibat peradangan kronis sehingga terjadi kerusakan saluran dan kelenjar limfe dan timbulnya edemalimfe di daerah vulva.
            Pada permukaan elefentiasis dapat terjadi tumor polipoid dan verukosa, dan karena tekanan paha dapat berbentuk pipih (disebut Buchblatt condyloma ). Dapat pula terjadi fistel , akibat ulserasi yang destruktif dan pecah ke dalam vagina atau vesika urinaria.
            Pada pria dapat terjadi proses yang sama , namun jarang dijumpai . Manifetasi klinis berapa elefantiasis skrotum. Bila kerusakan saluran dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi elefantiasis pada satu atau kedua tungkai.

Pemeriksaan Penumjang
1.      Pewarnaan pus bubo dengan Giemsa untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas.
2.      Tes Frei, yang berdasarkan pada reaksi lambat intradermal yang spesifikasi terhadap Chlamydia sehingga dapat memberi positif semua pada infeksi Chlamydia jenis lain.
3.      Tes serologi, terdiri atas complement fixation test, radioisotop precipitation, dan micro immunofluorescent typing.
4.      Kultur jaringan untuk konfirmasi diagnosis, bahan pemeriksaan, dari aspirasi pus bubo yang belum pecah.

Diagnosis
Diagnosis LGV dapat ditegakkan berdasarkan gambar klinis, pewarnaan Giemsa pus bubo, tes Frei, tes serologis, dan kultur jaringan.

Penatalaksanaan
1.      Medikamentosa
·         Saifonamida (pilihan utama) dengan dosis 3-5 g/hari selama 14 hari
·         Katrimoksazol (trimetroprima 400 mg + sulfametoksazol 80 mg ) dengan dosis 3 x 2 tablet/hari selama 7 hari
·         Doksisiklin (rekomendasi WHO saat ini ), dosis 2 x 100 mg/hari selama 14 hari.
·         Tetrasiklin , dosis 4x 500 mg sampai 14 hari (obat alternatif)
·         Obat lain yang dapat dipakai : kloramfenikol, minoksiklin, dan rifampisin
2.      Pembedahan
Pada abses multipel  yang berfluktuasi lebih baik aspirasi jarum dari pada insisi karena dapat memperlambat penyembuhan . Untuk stadium lanjut dapat dilakukan :
·         Valvulektomi total atau labiektomi pada elefantiasis labia
·         Dilatasi dengan Bougie bila terjadi striktur rekti
·         Drainase pada abses perianal dan perirektal
·         Operasi plastik untuk elefantiasis penis dan skrotum
3.      Pemeriksaan dan pengobatan mitra seks pasien





B. Infeksi Virus
1.      AIDS
Perjalanan alamiah infeksi HIV yang tidak diobati.Deskripsi penyakit pada manusia akibat infeksi HIV muncul pertama kali pada awal tahun 1980’an  infeksi akut dilaporkan dapat menyebabkan “sindrom menyerupai mononucleosis” dengan gejala-gejala demam, malaise, nyeri otot, nyeri kepala, kelelahan, uam generalisata, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan lesi mukokutan yang khas. Kecepatan onset gejala setelah kontak pertama kali dapatmemperkirakan rute jalan masuk dan jumlah virus saat pajanan. Gejala-gejala infeksi primer sering menetap selama 2-3 minggu sebelum menghilag spontan.Penyakit ini kemudian masuk kedalam fase asimtomatik.Fase ini dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Lamanya fase bebas-gejala ini tampaknya bergantung pada patogenitas dari strain virus yang menginfeksi. Koinfeksi dengan virus lainnya atau pathogen penyakit menular seksual (PMS atau sexsualy transmitted disease, STD) lainnya dapat mempercepat progresi penyakit. Selama fase asimtomatik, replikasi virus berjalanjut di dalam sel limfoid yag terinfeksi (terutama sel T CD4+). Sel-sel imun yang terinfeksi dirusak oleh virus sehingga pejamu menjadi immunocompramised.pada kadaan ang immunocompramised ini, individu yang terinfeksi oleh HIV rentan terhadap berbagai infeksi virus, bakteri, jamur, dan parasit oportunistik. Pathogen-patogen oportunistik seperti pneumocystic carinii, cryptospotidium,dan cryptoccoccus jarang mempengaruhi individu-individu dengan sistem imun yang berfungsi normal namun dapat mematikan pada mereka yang terinfeksi HIV. Pasien yang immunocompramised berat juga memiliki resiko menderita neoplasma tertentu, termasuk sarkoma Kaposi, kanker serviks yang berkaitan dengan human papilomavirus, dan beberapa limfoma. Berkembangnya infeksi oportunistik atau neoplasma pada pasien yang terinfeksi HIV menggambarkan kaedaan acute immunodeficiency syndrome (AIDS). Pasien yang meninggal karena AIDS biasanya disebabkan oleh komplkasi infeksi oportunistik atau neoplasma.

Epidemiologi infeksi HIV
 Sampai juli 1993 telah dilaporkan sekitar 718.894 kasus AIDS dari 182 negara di dunia ke badan kesehatan dunia (WHO). sedangkan WHO memperkirakan sekitar 2,5 juta kasus AIDS dan 14 juta HIV positif dengan perincian : Amerika utara 1 juta; Amerika latin 1,5juta; Eropa barat 0,5 juta; Eropa timur dan asia tengah 50,000; Afrika utara dan timur tengah 75,000; Afrika sub suhara 8 juta; Asia timur dan pasifik 25,000; Asia selatan dan tenggara 1,5 juta; dan Australia 25,000. Diperkirakan pada tahun 2000 akan terdapat 40 juta HIV

positif di seluruh dunia, termasuk 10 juta wanita dan anak-anak.
            Di indonesia kasus AIDS pertama kali ditemukan pada tanggal 5 April 1987 di Bali pada seorang wisatawan Belanda. menurut dirjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan pemukiman Depkes RI, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS (+) per januari 2000 adalah 1080 kasus yang terdiri dari 794 kasus HIV (+) dan 286 kasus AIDS.
                        Penularan virus terjadi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh,paling sering melalui semen atau darah. Penyebaran virus dapat terjadi melalui kontak seksual, melalui pajanan parenteral (penyalagunaan obat intravena dan transfuse), atau melalui penularan perinatal. Penularan perinatal dapat  terjadi selama kehamilan (penularan melalui plasenta), saat kelahiran, atau selama menyusui. Hanya 25% anak yang dilahirkan ibu yang positif HIV yang tidak diobati akan terinfeksi, walaupun angka ini dapat menurun hingga kurang 2% dengan terapi antenatal dan parinetal yang agresif. Lebih dari 70% infeksi HIV terjadi melalui penularan heteroseksual HIV lebih mudah ditularkan dari pria ke wanita dibandingkan dari wanita ke pria.

Biologi HIV
HIV merupakan retrovirus.Materi  genetiknya dibawa sebagai RNA yang dibungkus dalam selubung protein virus. Permukaan virus mengekspresikan sebuah reseptor yang disebut gp120 yang berikatan khusus dengan reseptor pada sel limfoit.Ikatan tersebut mempercepat masuknya virus kedalam sel pejamu. Reseptor dan koreseptor pejamu untuk masuknya virus meliputi CCR5, suatu reseptor komekin pada magrofag,CXCR4, suatu reseptor kemokin yang diekspresikan pada sel  T, dan CD4, suatu penanda untuk sel T helper yang juga diekspresikan pada magrofag dan sel dendritik. Setelah virus masuk sel-sel yang terinfeksi akan bersatu dengan sel t akan helper CD4+. Perbanyakan virus akan terus berlangsung sebagian besar pada sel CD4+.
            Setelah masuk ke dalam tubuh sel pejamu, retrovirus menggunakan traskiptase reversal untuk membuat salinan DNA dari genom RNA virusnya.Virus juga menggunakan suatu enzim yang disebut integrase untuk memasukkan DNA yang baru disintesis kedalam genom pejamu dan mesin sel pejamu membuat banyak salinan dari genom HIV.Virus akhirnya menggunakan suatu enzim yang disebut protease untuk menyusun kembali selubang virus.Partikel virus kemudia keluar dari sel pejamu melalui pembentukan tunas (budding) sel-sel imun. Progeny virus yang multiple akan dihasilkan ke dalam sel pejamu tunggal yang terinfeksi sebelum habis waktunya.
            Traanskriptase reversal, untegrase, dan protease merupakan enzim-enzim yang spesifik pada virus. Oleh karena itu mereka dapat berperan sebagai target untuk intervensi  terapeutik langsung. Hamper 20 obat kini tersedia untuk mengobati infeksi HIV.  Tidak satupun obat bersifat kuratif dan terapi yang optimal biasanya menggunakan kombinasi  2-4 obat. Antiretroviral yang tersedia menghambat dua enzim spesifik HIV : enzim protease HIV (indhibitor protease) dan enzim tranksriptase reversal  (RT) [neuleosit RT indhibitor (NRTI)] dan non-nuchleoside RT indhibitor NRTI. Indhibitor masuknya virus HIV saat ini sedang dikembangkan.
            Di Negara maju, intervasi terapeutik yang teliti, yang dikombinasikan dengan pemantauan ketat hitung  sel T CD4+ dan jumlah virus, telah memperbaiki secara radikal prognosis  untuk pasien yang terinfeksi HIV. Kemajuan selanjutnya menjadi tantangan denagn danya fakta bahwa enzzim transcriptase refersal HIV membuat banyak kesalahan selama replikasi genom virus. Virus tidak memilki cara untuk memperbaiki kesalahan ini. Hal ini memungkinkan terjadinya mutasi virus dengan cepat, dan sayangnya, resistensi terhadap obat antiretrovirus. Di Negara belum maju, dimana prevalensi penyakit merupakan yang tertinggi, obat-obatan tersebut jarang atau sama sekali tidak tersedia.

            Infeksi virus HIV pada ibu hamil
Pada bulan Oktober sampai Mei 1981, dilaporkan 5 anak muda lelaki yang homoseksual, menderita penyakit Pnemonitis Carinii pada 3 RS berbeda, di Los Angeles dan California. Dua orang di antaranya meninggal.
            Penderita pertama, berumur 33tahun, mendapat penyakit P. Carinii  dan sariawan (Candidiasis mukosa) pada bulan maret 1981. Setelah dua bulan sebelumnya menderita demam, dengan hasil pemeriksaan laboratorium:
·         Enzim hati meningkat.
·         Jumlah sel darah putih turun (leukopeni).
·         Ditemukan virus Sitomegalo didalam air seni.

Reaksi Komplement Fixas untuk virus Sitomegalo pada bulan Oktober 1980, sebanyak 256, pada bulan Mei  1981, sebanyak 32.
            Pengobatan yang diberikan adalah Trimetoprin-sulfametoksazol, dan asiklovir sebagai obat antivirus.Penderita ini akhirnya meninggal dunia pada tanggal 3 Mei 1981.
            Para ahli kesehatan di Asia sudah memperingatkan bahwa secara perlahan akan terjadi wabah HIV pada kaum perempuan Asia  dan belum terlihat upaya yang betul-betul tepat untuk mencegah penularan virus HIV.
            Pada konferensi AIDS ke-15 di Bangkok tanggal 11 juli 2004, Tim Brown seorang peneliti senior dari Amerika Serikat yang bermarkas di daerah Asia Timur  mengatakan bahwa penyebaran virus HIV semakin luas dab berada di luar pengamatan sadar.
            Laporan Brown dan Karen Stanecki dari lembaga penelitian Internasional mengemukakan bahwa HIV/AIDS sudah menyebar diluas di semua Negara Asia.Pertemuan kali penularan terjadi diantara para pengguna obat narkotik suntikan dan para homoseksual.Kemudian, setelah 2-3 tahun penularan mulai menyebar dari para pengguna obat narkotik suntikan kepada para pelacur dan seterusnya dari para pelacur kepada lelaki penggunannya.
Kemudian mulailah terlihat  meningkat rate infeksi HIV pada ibu hamil. Seperti tidak terbendung lagi, penularan virus dari ibu kepada janin yang dikandungnya, dan yang menjadi korban tentu generasi berikutnya.
            Seperti sulit dipercaya bahwa penyebaran virus dari satu Negara ke Negara lainnya. Para ahli membagi Negara Asia ke dalam 3 kelompok perluasan penyebaran penularan virus HIV, yakni:
·         Kelompok pertama Negara yang mendapatkan perluasan penurunan secara cepat pada akhir tahun 1980-an yaitu Negara Kamboja, Myanmar, Thailand, dan beberapa Negara bagian di India. Di Negara-negara ini, kejadian infeksi HIV pada orang dewasa sudah di atas 1%.
·         Kelompok kedua, termasuk Negara Indonesia, Cina, Nepal, dan Vietnam dimana perluasan penularan HIV terjadi di Negara-negara ini baru sekitar 0,5% penduduk.
·         Kelompok ketiga, Negara Bangladesh, Jepang, Laos, dan Filipina, dimana baru akhir-akhir ini mulai terlihat penyebarluasan penularan HIV.

Brown memperingatkan bahwa sekitar 1% lelaki dewasa dan 0,2% perempuan dewasa di Asia akan terinfeksi HIV pada tahun perempuan pada tahun 2030. Tidak ada kesanggupan upaya sekarang ini kejadian infeksi HIV di satu Negara masih rendah, penularan HIV akan segera terwujud dalam tahun-tahun HIV secara tajam, laporan Stanecki, yaitu hampit 10% para pengguna obat-obat narkotik suntikan di tahun 1988 akan menjadi 50% di tahun 2003. Bersamaan dengan ini, penularan melalui Pekerja Seks Komersial juga makin banyak yaitu baru 0% di tahun 1999, sudah meningkat menjadi 10% di tahun 2003. Menurut Laporan peneliti dari Amerika Serikat, hamper 70% lelaki  di Jakarta tidak menggunakan alat pelindung kalau bermain seks dengan Pekerja Seks Komersial.
            Thailand yang sudah menerapkan langkah pencegahan tersebut secara signifikan berhasil menurunkan penularan HIV, hamper 90% lelaki Thailand sudah menggunakan alat pelindung kalau bermain seks dengan Pekerja Seks Komersial. Dengan langkah pencegahan ini Thailand berhasil menurunkan penularan HIV dari 140.000 di tahun 1999, menjadi 21.000 pada tahun 2003.
            Laporan di Kamboja diketahui juga berhasil menurunkan penularan HIV dengan meningkatkan penggunaan kondom pada Pekerja Seks Komersial.
            Sayangnya, di Indonesia,Cina, dan Bangladesh penggunaan kondom masih tetap rendah. Padahal menurut laporan ini 10% lelaki di Negara tersebut rajin mengunjungi Pekerja Seks Komersial secara teratur.
            Perempuan Afrika beresiko tinggi  tertular HIV, menurut laporan AIDS keseluruhan dari Amerika, Sepertinnya terjadi feminisasi dalam perjalanan menuju wabah penularan HIV sehingga setiap Negara harus menyusun langkah-langkah untuk menghadapinnya.

Patogenesis
HIV masuk tubuh manusia terutama melalui darah, semen dan sekret vagina, serta transmisi dari ibu ke anak.
tiga cara penelusuran HIV adalah sbb:
1.         Hubugan seksual, baik secara vagina, oral, maupun anal dengan       seorang pengidap. ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90% total kasus sedunia.

Gambar efisiensi tiap pemaparan tunggal dan perkiraan persentase terjadinya HIV/AIDS

Cara penularan
Efficiency per single exposure
Estimated percentage of global total
·         Tranfusi darah

>90%


3,5%

·         Perinatal


5 – 10%

·         Hubungan seksual
0,1 – 1,0%

70 – 80%
-          Heteroseksual >70%
-          Homoseksual >5-10%

·         Injecting drug use-sharing needle
0,5 – 1,0%

5 – 10%

·         Health care-needle stick
0,5%
<0,1%
                                            
2. Kontak langsung dengan darah, produk darah, atau jarum suntik. transfusi darah/produk darah yang tercemar mempunyai risiko sampai >90%, ditemukan 3-5% total kasus sedunia. pemakaian jarum suntik tidak steril atau pemakaian bersama jarum suntik dan spuitnya pada pecandu narkotika berisiko 0,5-1%, ditemukan 5-10% total kasus sedunia. penularan melalui kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan mempunyai risiko 0,5% dan mencakup <0,1% total kasus sedunia
3. Transmisi secara vertikal dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya melalui plasenta. Risiko penularan dengan cara ini 25-40% dan terdapat <0,1% total kasus sedunia. Setelah masuk tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retrovilar akut seperti flu (serupa infeksi mononukleosis) disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. pada tubuh timbul respons imun humoral maupun selular. sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. kadar virus yang tinggi dalam darah dapat di turunkan oleh sistem imun tubuh. proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respons imun. titik keseimbangan yang di sebut set point ini penting karena menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. bila tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung lebih cepat.
            Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga di laporkan sampai 8 bulan. kemudian pasien akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah normal 800-1.000/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan.
            CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV. pada awalnya penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/mm3/tahun, tapi pada 2 tahun terakir penurunan jumlah menjadi 50-100/mm3/tahun sehingga bila tanpa pengobatan rata-rata masa infeksi HIV sampai menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4 akan mencapai kurang dari 200/mm3.

Manifestasi Klinis
Kondisi yang di tetapkan sebagai AIDS (CDC, 1993 revisi):
1.         Keganasan
         Sarkoma Kaposi
         Limfoma Burkitt
         Limfoma Imunoblastik
         Limfoma primer pada otak
         Kanker leher rahim invasif
         Ensefalopati yang berhubungan dengan infeksi HIV
         Sindrom kelelahan karena infeksi HIV
         Penurunan imunitas yang hebat (CD4 < 200/mm3)
2.         Infeksi oportunistik :
         Kandidosis pada bronkus, trakea, atau paru
         Kandidosis pada esofagus
         Koksidiodomikosis diseminata atau ekstrapulmoner
         Kriptokokosis ekstrapulmoner
         Kriptosporidiosis pada usus bersifat kronis (lebih dari 1 bulan)
         Infeksi Cytomegalovirus (selain herpes, limpa, atau kelenjar limfe)               Cytomegalovirus retinitis (disertai kehilangan virus)
         Herpes simpleks (ulkus kronis lebih dari 1 bulan, bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis)
         Histoplasmosis (diseminata atauekstrapulmoner)
         Isosporiasis pada usus bersifat kronis (lebih dari 1 bulan)
         Mycobacterium avium complex atau M. kansasii diseminata atau ekstrapulmoner
         Mycobacterium tuberculosis (pada paru atau ekstrapulmoner)
         Pneumocystis carinii pneumonia
         Pneumonia rekurens
         Leukoensefalopati multifokal progresif
         Salmonella septikemia rekurens
         Toksoplasmosis pada otak

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
1.         Cara langsung, yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR). penggunaan PCR antara lain untuk :
         Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
         Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
         Tes pada kelompok risiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
         Tes konfirmasi untuk HIV -2 sebab sensitivitas ELISA untuk HIV -2 rendah
2.         Cara tidak langsung, yaitu dengan melihat respons zat anti spesifik. Tes, misalnya:
         ELISA, sensitivitasnya tinggi (98,1-100%) . Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi. hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan western blot.
         Western blot , spesifisitas tinggi (99,6-100%), Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
         Immunofluorescent assay (IFA)
         Radioimmunopraecipitation assay (RIPA)

Diagnosis
1.         Diagnosis dini infeksi HIV
            Diagnosis dini ditegakan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk gejala klinis atau adanya perilaku berisiko tinggi. untuk diagnosis HIV, yang lazim dipakai adalah ELISA, Western blot, dan PCR
2.         Diagnosis AIDS
            AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV. pasien dinyatakan sebagai AIDS bila dalam perkembangan infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi dan kanker oprtunistik yang mengancam jiwa penderita (lihat kriteria kondisi yang ditetapkan sebagai AIDS oleh CDC, 1993). Selain itu, termasuk juga ensefalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan debgan AIDS dan hitungan CD4 < 200/mm3.

Penatalaksanaan
1.         Medikamentosa
            Peningkatan survival pada pasien dengan manifestasi klinis dapat dicapai dengan diagnosis dini, pemberian zidovudin, pengobatan komplikasi, serta penggunaan antibodi sebagai profilaksis secara luas, khususnya untuk pneumonia karena P carinii.
a.         Infeksi dini
            CDC menyarankan pemberian antiretroviral pada keadaan asimtomatik bila CD4 300/mm3, dan CD4 < 500/mm3 pada keadaan simtomatik. obat-obatan:
         Zidovudin (ZDV) merupakan analog nukleosida yang telah terbukti menurunkan angka kematian, insidens infeksi oportunistik, dan gejala-gejala umum pada pasien AIDS yang telah muncul gejala klinis. Zidovudin ini bekerja dengan cara menghambat replikasi HIV dengan menghambat cara kerja enzim reversetranscriptase .obat ini menekan P24 antigenaemia, dan memproduksi a modest biasanya transient, meningkatkan hitung sel CD4.
                CDC telah menyarankan pemakaian obat ini untuk infeksi HIV.      olberding menyarankan pemberian ZDV bila hitungan CD4 < 500/mm3   anpa melihat ada tidaknya gejala. Dosis yang diberikan 500-600             g/hari, pemberian 100 mg/4 jam sewaktu penderita terjaga.
            Efek samping yang timbul antara lain anemia dan neutropenia, gangguan gastronitestinal, dan pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi miopati dan masuknya virus dengan strain yang telah berkurang sensitivitasnya.
         Didanosis (DDI), digunakan bila penderita tidak toleran terhadap ZDV, atau sebagai pengganti bila ZDV sudah amat lama digunakan, atau bila pengobatan dengan ZDV tidak menunjukan hasil
Dosis 2x100mg/12 jam (BB < 60 kg) atau 2x125mg/12 jam (BB > 60          kg)
b.         Profilaksis
            indikasi pemberian profilaksis untuk pneumocystis carinii pneumoniae (PCR) ialah bila CD4 < 200/mm3, terdaapat kandiosis oral yang berlangsung lebih dari 2 minggu atau pernah mengalami infeksi PCP di masa lalu. sedangkan profilaksis pada tuberkulosis diberikan bila tes kulit PPD 5mm dengan indurasi.
c.         Stadium lanjut
pada stadium ini banyak yang dapat terjadi, umumnya infeksi oportunistik yang mengancam jiwa. oleh karena itu diperlukan penanganan multidisipliner. Obat yang dapat diberikan adalah ZDV dengan dosis awal 1000mg/hari dalam 4-5 kali pemberian (BB 70 kg).
d.         Pada fase terminal
yakni penyakit sudah tak teratasi, pengobatan yang diberikan hanya simtomatik dengan tujuan pasien merasa cukup enak, bebas dari rasa mual dan sesak, mengatasi infeksi yang ada, dan mengurangi rasa cemas.
2.         Nonmedikamentosa
            Mengingat hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah serta obat yang dapat mengatasi masalah ini, maka upaya pencegahan merupakan cara yang paling tepatuntuk menurunkan insidens penyakit ini. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
         Pendidikan kepada kelompok yang berisiko terkena AIDS
         Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darahorgan atau cairan semen, dan mengubah kebiasaan seksualnya guna mencegah terjadinya penularan
         Skrining darah donor terhadap adanya antibodi HIV.

2.      Kutil kelamin
Kutil kelamin merupakan  diagnosis yang paling banyak dapat pasien-pasin yang datang ke klinik  penyakit menular seksual (PMS atau sexually transmitted disease,STD). agen infeksius yang menyebabkan  kelainan ini adalah human papilomavirus (HPV),suatu pathogen yang menyebabkan penyakit-penyakit yang klinis dengan variasi yang luas. Hubungan antara HPV dan kanker saluran genitalia telah menarik perhatian pada kutil kelainan yang biasanya jinak. Spectrum yang luas pada inveksi HPV  genitalia meliputi :
·         Infeksi laten
·         Inteksi subklinis
·         Lesi yang jelas secara klinis (kondiloma,akuminata,kutil)
·         Neoplasia yang disebabkan HPV.
Infeksi laten diidentifikasi melalui adanya DNA dan HPV pada contoh jaringan yang diambil untuk meneliti epidemiologis. Tanpa adanya pengumpulan jaringan, infeksi laten tidak akan dikenali karena tidak terdapat lesi mikroskopi ataupun yang terlihat. Infeksi  subklinis tampak sebagai lesi yang datar dan kecil yang terlihat selama pemeriksaan kolposkopik (perbesaran mikroskopik in situ ) pada jaringan yang telah diberiakan asam asetat. Kutil kelamin yang sebenarnya, dikenal sebagai kondiloma akuminata, merupakan papul berwarna merah daging, merah muda, atau pigmen, dengan permukaan menyerupai daun pakis.Kutil sessileataulesi yang menyerupai kondiloma datar, lebih jarang ditemukan, mencakup hanya 20% dari kutil kelamin yang dapat terlihat. Mayoritas kutil kelamin pada pria terdapat pada penis.Pada wanita kutil ditemukan lebih sering ditemukan pada introius vagina dan labia.Kutil jarang mengenai vagina atau serviks, sebagai besar kutil asimsomatik.Jika terdapat gejala, seringkali merupakan akibat gesekan local oleh pakaian atau hubungan intim yang menyebabkan iritasi.Neoplasia yang berhubungan dengan HPV meliputi lesi intraepital pada serviks (CIN/SIL) dan vulva (VIN) dan karsinoma invasf pada kedua sisi. Paren HPV pada neoplasia serviks dibahas pada Bab 43.
            Karena kebanyakan kutil kelamin menular melalui hubungan seksual, adanya penyakit ini merupakan indikasi untuk PMS lainnya.Pasien-pasien dengan kutil kelamin harus diskrining untuk sifilis, gorneo, klamidia, hepatitis, dan human immunodeficiency virus(HIV).Terapi untuk kutil kelamin bersifat local.Terapi bersifat diskruktif dengan menggunakan nitrogen cair atau pengolesan asam asetat.Yang menarik, penghancuran pada hanya bebebrapa kelompok lesi dapat menyebabkan resolusi pada lesi yang tidak diobati.Terapi lainnya meliputi pengolesan podofilin langsung menahan perbanyakan virus. Pndekatan berdasarkan imunitas dengan mengoleskan imiquimod, suatu modulator imun yang  dimediasi oleh sel T pada sel yang terinfeksi virus. Terapi bertujuan untuk menghilangkan kutil.Tidak ada terapi yang efektif dalam mengeradikasi virus.

Epidemiologi kutil  kelamin
Sebagai besar kutil kelamin  terdapat pada orang muda, yang berusia 16-25 tahun. Karena sebagai besar infeksi bersifat subklinis dan tidak dikenali, data epidemiologis pada infeksi simtomatik tentu menjadi bias. Penelitian cross sectionalmengenai  prevalensi DNA HPV pada specimen sitologis serviks menunjukan bahwa 15-25% wanita berusia 20-25 tahun positif terinfeksi HPV ; sekitar 5% positif terhadap sutipe HPV resiko tinggi (misalnya HPV tipe 16). Pada usia 35 tahun. Prevalensi secara keseluruan menurun hingga 5% dan hanya 1% wanita yang diskrinin positif terhadap subtype HPV 16. Asupan penis pada 5% pria memberikan hasil positif terhadap DNA HPV.
            Sebagaian besar infeksi HPV didapat melalui hububgan seksual. Sekitar 60% pasangan seksual dari pasien dengan kutil selama akan mengalami penyakit yang sama. Rerata waktu inkubasi adalah 2-3 bulan.Penularan tampaknya menurun seiring dengan waktu. Walaupun jarang, HPV dapat ditularkan melalui cara nonseksual. Neonates dapat terinfeksi selama proses kelahiran.

BIologi molekur human papilomavirus
HPV merupakananggota dari family papovaviridae yang merupakan virus DNA. Anggota lin dari family ini adalah poliyomarius( virus polio dan SV40 ). Virology HVS sulit dipelajari karena jarang dapat diisolalikan dalam bentuk bebas dan viable serta tidak dapat  diperbanyakpada kultur jaringan sel. Materi yang mengandung virus hanya tersedia dari kutil yang dieksisi. Pada kulit kutil, genom virus merupakan molekul DNA sirkular rantai ganda.Pada sebagaian besar lesi yang berhubungan dengan HV, DNA virus tanpa sebagai episom ekstrakromosom. Pada beberapa kanker, DNA ,virus diintegrasikan ke dalam DNA kromosonm pejamu.
            Dari 70 genotipe HPV berbeda yang telah diidentifikasi, hanya tipe 6,11,16,18,31,33, dan 35 yang berhubungan dengan lesi genital. Tipe 6 dan 11 paling sering teridentifikasi pada kutil kelamin, dan tipe 16 dan 18 ditemukan pada neoplasia (subtype risiko tinggi ). HPV subtype 1-5 berhubungan dengan kutil  pada kulit yang umum dan kutil  pada plantar.
            Genom papilomavirus telah banyak dianalisis. Genom hanya memiliki Sembilan gen. gen E1 dan E2 merupakan intertgari kedalam DNA pejamu. Gen E1 dan E2 berfungsi sebagai repressor gen E6 dan E7 pada kulit yang intak. Ketika trjadi integrasi dengan pejamu, E1 dan E2  dirusak sehingga E6 dan E7 diekspresikan secara berlebihan. E6 dan E7 dapat mengganggu protein-protein penekan tumor yang  penting pada sek pejamu. Ekspresi yang berlebihan pada gen-gen tersebut menyebabkan tranformasi  neoplastik, yang menjelaskan potensi onkogenik pada HPV.

3.      Herves Genetalis
            Pada umumnya frekuensi infeksi herves pada vulva meningkat. Virusnya,yaitu virus herpes simpleks (VHS),mempunyai dua bentuk yaitu VHS1 dan VHS2.VHS1 biasanya menyebabkan herves simpleks pada bibir,tetapi menyebabkan herpes genitalis pada 15% kasus.VSH2 menyebabkan herpes genitalis pada 85% kasus.
            Serangan pertama herpes genitalis merupakan serangan yang paling berat.kejadian ini terjadi setelah kontak seksual dengan orang yang pada saat itu sedang sembuh dari serangan herpes genital.Permukaan dalam labia mayora adalah bagian yang paling mugkin terinfeksi . Setelah rasa gatal dan rasa terbakal yang berlansung singkat,timbul kumpulan-kumpulan benjolan kemerahan yang terasa pedih,yang kemudian menjadi vesikel dalam waktu 24 jam. Vesikel cepat mengalami ulserasi membentuk vulkus multiple dangkal yang terasa pedih. Jaringan sekitar disekitarnya menjadi edematous dan dapat timbul infeksi  sekunder,yang justru memperberat edema dan nyeri. Pada beberapa kasus lesi seperti ini menyebabkan rasa nyeri dan kesulitan liksi. Setelah 5 hari,ulkus menjadi rusta dan sembuh prlahan-lahan, penyembuhan terjadi dalam 7-12 hari setelah munulnya vesikel. Dalam masa ini dan 7 hari setelah sembuh,virus dilepaskan dari daerah yang  terinfeksi. Virus juga masuk kedalam sarung myelin saraf sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi,naik dan tinggal diradiks ganglion dorsalis. Virus ini kemungkinan bersifat dorman selama kehidupan seseorang atau terjadi reaktifasi dan turun kembali lewat sepanjang saraf sehingga timbul serangan herpes yang baru. Serangan kedua dan berikutnya kurang berat,tetapi menyebabkan rasa tidak nyaman yang mengganggu dan mengganggu hubungan seksual.
            Rekurensi sekali terjadi pada 30% wanita,antara 2-5% dapt mengalami serangan-serangan rekuren,kadang-kadang lebih dari 6 kali setahun kekerapan rekurensi semakin berkurang dengan  berlalunya waktu dan mungkin berhenti sama sekali. Pada kebanyakan kasus,penyebab rekurensi tidak diketahui tetapi lebih sering terjadi pada fase kluteal  siklus menstruasi,jika wanita yang mempunyai  infeksi penyakit seksual lainnya,atau jika mengalami stress emosional.

Diagnosis
            Adanya banyak ulkus menegakkan diagnosis sementara herpes genitalis,yang harus dikonfirmasi dengan menusuk vesikel untuk mendapatkan cairan vesikel atau menggosok dengan kapas lidi ( setelah menggoleskan lignokain 20% beberapa menit sebelumnya) untuk mendapatkan sel epitel dan mengirimkannya dalam medium transpor virus untuk pemeriksaan biakan.

Pengobatan
            Selama berlangsunganya serangan,pasien harus memakai celana dalam sepanjang waktu karena ia tanpa sengaja dapat menggaruk daerah yang terinfeksi ketika sedang tidur sehingga dapat memindahkan virus kemata. Ia harus mencuci tangannya setelah menyentuh daerah terinfeksi atau mengoleskan obat. Kompres local dengan es atau olesan  jel anestesi dapat mnegurangi gejala.
            Obat satu-satunya yang efektif adalah asiklovir obat ini mahal.Asikovir dapat mengurangi lama dan keparahan dan serangan awal dan rekuren, dan memperpendek waktu penularan virus jika diberika awal serangan.Obat ini diberikan perorang dengan dosis 200 mg 5 kali sehari selama 5 hari.Asiklovir dapat mnegurangi kekerapan serangan rekuren jika diberikan sebagai profilaksis.Keperluan akal asiklovir profilaksi harus diperiksa kembali setiap tahun.

Epidemiologi infeksi HSV  genital
Infeksi  HSV genital simtomatik mencakup 2-4% dari kunjungan ke klinik PMS diinggris dan di AS. Infeksi HSV genital dilaporkan banyak terjadi pada ras kaukasia dibandingkan non-kaukasia. Prevalensi anti bodi anti-HSV yang berlebihan tinggi terdapat pada kelompok usia koitus lebih dini dan memiliki pasangan seksual yang lebih banyak.
            Insidensi herpes neonatal adalah 1/7500 kelahiran hidup.

Biologi virus HSV
HSV merupakan anggota kelompok herpesvirus dari virus DNA. Herpesviridae meliputi dua serotype HSV (HSV-1 dan HSV-2 ), sitomegalovirus (CMV). Varisela zostel (chickenpox,shingles),dan virus Epstein-Bar (mononukleois, sindrom kelelahan kronik). Herpesvirus lebih baik disebut ‘kompleks’ dibandingkan ‘simpleks’ karena mereka memiliki struktur dan siklus replikasi yang paling rumit dari seluruh virus.
            HSV genital ditularkan saat konak seksual dengan secret atau lesi yang terkontaminasi.Virus herpes lebih rentan mengalami pengawetan dalam udara kering dan temperature yang eksterm, membuat penularan oleh fomite menjadi sangat jarang. Setelah virus mencapai sel mukosa,ia menghancurkan DNA pejamu selama replikasi  yang produktif dari viris itu sendiri dan membunuh lama repliaksi yang produktif dari virus itu sendiri dan membunuh sel. HSV menyebar melalui kontak pada sel-sel didekatnya dan berjalan menuju ujung saraf otonom. Sel mukosa dan kulit yang terinfeksi HSV memproduksi transsudat serosa yang menimbulkan vesikel klasik yag terlihat pada kelainan ini.
            Setelah infeksi mukokutan genitalia primer, virion HSV berjalan ke ganglia akar dorsal pada pleksus sakralis (s2-s4) melalui jalur intra-aksonal.Di sini, mereka menetap dalam keadaan nonreplikatif sampai terjadi replikasi.Reaktifitas terjadi berlebihan oleh peningkatan yang dramatis pada sintesis DNA virus.Hal ini diikuti oleh penyebaran virus kembali pada neuron sensorik ke kulit.Terdapat dua teori baru pada reaktivitas. Pada teori yang pertama stimulus sperti cedera fisik, panas, gangguan hormonal, atau perubahan imunologis mengganggu sel  ganglion pejamu. Sebagai responnya, virion disana memperbaruhi sintesis DNA dan  replikasi  virus. Pada teori yang kedua, sejumlah kecil  virus secara terus menerus di produksi  oleh sel pejamu. Pathogen ini dengan konstan menuruni akson sensorik menuju kulit. Menurut hipotesis ini, kodisi local akan menentukan kapan terjadi rekurensi.

HSV pada kehamilan dan neonates
Sembilan puluh persen  wanita dengan infeksi HSV-2 genitali primer melepas virus dari serviks selama infeksi akut. Persentasi ini menurun hingga 70% pada wanita dengan infeksi HSV-1 genitali primer 70% pada wanita dengan episode pertama infeksi HSV-2 genitali nonprime. Jumlah ini sangat berlawanan dengan 12-20% rerata pelepasan virus pada serviks diantara wanita-wanita dengan lesi genital eksterna reruken. Hal ini tidak mengejutkan: oleh karena: 50% wanita hamil dengan HSV genital primer akan menularkan infeksi kepada neonatus sementara hanya 5% wanita  engan HSV genital reruken akan menularkannya keopada neonatus. Infeksi herpes neonatus mengancam nyawa.Infeksi ini dapat dicegah dengan melahirkan secara bedah sesar.

4.      Virus Hepatitis B
            Walaupun infeksi virus hepatitis B (HBV)bersifat endemik di daerah-daerah geografis tertentu, namun di daerah beriklim sedang sebagian besar infeksi terjadi melalui inokulasi darah yang tercemar (misalnya dengan saling bertukar tabung dan jarum suntik yang tercemar) atau secara seksual, terutama melalui kontak homoseks. Penularan heteroseks juga sekarang dianggap penting.
            Karena deteksi antigen E dalam serum berkaitan dengan replikasi aktif virus, maka individu yang terinfeksi yang antigenemik E merupakan individu yang paling menular dan sebaiknya mendapat konseling mengenai daya tular mereka ke pasangan seksual dan selama persalinan ke bayi mereka.
            Telah tersedia vaksin hepatitis B , paling tidak dalam jangka pendek memberikan derajat proteksi yang tinggi terhadap infeksi. Vaksin ini harus ditawarkan kepada pria yang berhubungan intim dengan pria lain dan kepada wanita pekerja seks komersial.

5.      Virus Hepatitis C
            Virus hepatitis C biasanya ditularkan secara parenteral, misalnya dengan saling bertukar tabung dan jarum suntik yang tercemar. Walaupun virus ini dapat ditularkan secara seksual, namun derajat resiko belum diketahui pasti, penggunaan kondom harus dianjurkan. Virus juga dapat ditularkan secara vertikal, terutama apabila viral load plasma tinggi. Penyakit hati kronik merupakan konsekuensi infeksi yang sering terjadi.

6.      Virus Moluskum Kontagiosum
            Moluskum kontagiosum yang disebabkan oleh virus poxirus, bermanivestasi sebagai nodus-nodus kulit berwarna seperti kulit berkilap, hemisferis, berumbilikus, dan bergaris tengah 2-5 mm. Apabila ditularkan melalui kontak seksual, lesi ditemukan di penis, vulva dan paha bagian dalam. Pada individu dengan gangguan kekebalan, termasuk mereka yang terjangkit HIV, lesi mungkin ekstensif dan rekalsitran terhadap terapi. Diagnosis bersifat klinis tetapi dapat dipastikan dengan pemeriksaan mikroskop elektron terhadap initi lesi yang telah dikeluarkan dengan menggunakan jerum dan forsep kecil. Terapinya adalah dengan kuretase, elektrokauterisasi, atau melubangi lesi dengan jarum, yang ujungnya sudah dicelup dengan larutan iodium.

7.      Sitomegalovirus
            Sitomegalovirus (CMV) adalah virus herpes lain yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan secara kongenetal. CMV dapat ditemukan di dalam semen dan sekresi servikovagina, dan terdapat bukti langsung adanya penularan seksual. Namun, anak-anak juga dapat menjadi sumber dari infeksi ibu. Sebanyak 30-40 % wanita hamil dengan infeksi (CMV) primer menularkan virus kepada janinnya. Pada 10 % kasus, infeksi kongenital menyebabkan kematian atau kelainan neonatus, terutama tuli sensorineural.
            Namun, hanya ada sedikit informasi mengenai apakah terminasi harus ditawarkan kepada wanita yang terjangkit infeksi CMV primer saat hamil. Kerusakan permanen lebih besar kemungkinannya terjadi apabila infeksi berlangsung pada paruh pertama kehamilan. Belum ada informasi bagi wanita hamil mengenai seberapa lama konsepsi harus ditunda setelah infeksi primer. Penularan virus melalui serviks jelas dapat berlanjut sampai berbulan-bualn setelah gejala klinis reda.
            Pada pasien dengan gangguan kekebalan yang parah karena infeksi HIV, CMV dapat menyebabkan retinitis, kolitis, dan pneumonitis, dan berbagai kelainan saraf, termasuk radikulopati sakrum yang menimbulkan nyeri.

C. Infeksi Infestasi Artropoda
1. Ftiriasis
            Phthirus pubis (crab louse) memiliki panjang 1,2-2 mm dan mengifestasi di rambut daerah pubis dan parianal, abdomen, paha, aksila, dan yang jarang adalah dialis, bulu mata, dan janggut. Kutu ditularkan melalui kontak seksual tetapi juga dapat menyebar melalui baju. Gejala utamanya adalah gatal-gatal. Pengobatannya dengan losio fenotrin (0,2%) atau malation (0,5%).

2.      Skabies
            Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes skabiei var homonis dan ditularkan melalui kontak dekat (seksual atau non seksual) dan dapat menginfeksi setiap bagian tubuh, terutama permukaan fleksural siku dan pergelangan tangan serta genitalia eksterna. Betina dewasa sembunyi dan meletakkan telur di bawah kulit, serta bergerak cepat melewati kulit.
            Keluhan berupa gatal hebat tetapi sebentar-sebentar, mungkin gatalnya lebih hebat di malam hari kelainan kulit dapat berupa papula, vesikel, atau liang. Tangan, pergelangan tangan, payudara, vulva, dan pantat adalah yang paling sering terkena.
Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik garutan kulit dengan minyak.
            Terapi skabies membutuhkan obat yang dapat membunuh kutu dewasa dan telurnya.
·         Krim Permetin 5% diaplikasikan ke seluruh permukaan kulit dari leher sampai ibu jari kaki. Dipakai selama 10 menit 2x sehari selama 2 hari.
·         Krim Lindan 1% dipakai di daerah yang terkena seminggu sekali. Jangan mandi paling sedikit 24 jam setelah pengobatan.
·         Bensil Bensoat Emulsi Topikal 25% dipakai diseluruh tubuh dengan interval 12 jam kemudian dicuci 12 jam setelah aplikasi terakhir.
·         Asam Salisilat 2% dan endapan belerang 4% dipakai di daerah yang terkena.
·         Terapi diatas merupakan indikasi kontra pada pasien hamil atau menyusui.
·         Pakaian berbahan linen harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan cara dijemur/dipanaskan.

3.      Pedikulosis Pubis
            Merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh kutu Pthirus pubis dan paling mudah ditularkan melalui kontak dekat (seksual atau non seksual), memakai handuk atau sprei bersama. Biasanya terbatas di daerah vulva tetapi dapat menginveksi kelopak mata dan bagian – bagian tubuh yang lain. Parasit menaruh telur di dasar folikel rambut. Parasit dewasa mengisap darah manusia dan berpindah dengan pelan.
            Keluhan berupa gatal dan menetap di daerah pubik yang disbabkan reaksi alergi, disertai lesi mokulopapuler di vulva.
            Diagnosis dibuat dengan visualisasi telur atau kutu di rambut pubik atau identifikasi mikroskopik kutu dengan minyak yang tampak seperti ketam.
            Terapi pedikulosis pubis membutuhkan obat yang dapat membunuh kutu dewasa dan telurnya.
            Krim permetrin 5% atau losion 1% : diaplikasikan kemudian dibiarkan 10 menit lalu dicuci dengan air. Dipakai dua kali dengan jarak 10 hari untuk membunuh telur yang baru menetes, tetapi terapi tersebut merupakan indikasi kontra pada pasien hamil atau menyusui.
            Pakaian berbahan linen harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan cara dijemur/dipanaskan.

D.Infeksi Protozoa
1. Trikomoniasis
Etiologi
Trikomoniasis adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau kronik dan disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
                                 
Patogenesis
T. vaginalis menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi mencapai jaringan epitel dan subepitel.

Manifestasi Klinik
Mata  tunasnya 4 hari sampai 3 minggu.
Pada wanita penyakit ini terutama mengenai dinding vagina di daerh forniks posterior. Pada kasus akut terlihat duh tubuh vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan atau kuning hijau berbau tidak enak dan berbusa . Dinding vagina kemerahan dan sembab , kadang – kadang terbentuk abses kecil yang tampak sebagai granulasi berwarna merah, dikenal sebagai strawberry appearance. Sekret yang banyak dapat menimbulkan iritasi pada lipatan paha atau di sekitar genitalia eksterna. Dapat pula terjadi uretritis, bartolinitis, skenitis, dan sistitis. Pada kasus kronik gejala lebih ringan dan sekret biasanya tidak berbusa.
Pada laki- laki biasanya mengenai uretra dan gambaran klinisnyalebih ringan . Pada kasus akut gejalanya berupa disuria, poliuria, dan duh tubuh uretra mukopurulen. Kadang- kadang pada urin ada benang- benang halus. Pada bentuk kronik , gejalanya tidak khas berupa gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari.

Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, sediaan apus, serta biakan . Pada sediaan basah dengan garam faal dapat terlihat pergerakan aktif parasit yang masih hidup. Sediaan apus dipulas dengan Giemsa atau Gram dan bersifat Gram nrgatif. Pembiakan menggunakan bermacam- macam perbenihan yang mengandung serum.

Diagnosis
Diagnosis kurang tepat bila hanya berdasarkan gambaran klinis karena sering asimtomatik. Diagnosis etiologik sangat penting.

Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan secara topikal dan sistemik. Pengobatan secara topikal berupa irigasi dengan hidrogen peroksida 1-2 % dan larutan asam laktat 4%, bahan supositoria yang bersifat trikomoniasidal, atau gel dan krim. Untuk pengobatan sistemik, obat yang sering digunakan antara lain metronidazol per oral, dosis tunggal 2 g atau 3x 200 mg per hari selama 7 hari , nimorazol dan tinidazol per oral dengan dosis tunggal 2 g, dan ornidazol dosis tunggal 11/2  g. Penderita dinyatakan sembuh bila keluhan dan gejala telah menghilang , serta parasit tidak ditemukan lagi pada pemeriksaan sediaan langsung.
Kehamilan trimester pertama merupakan kontra indikasi pemberian metronidazol. Namun, karena banyak bukti yang menunjukkan kaitan infeksi T. Vaginalis dengan pecahnya ketuban sebelum waktunya serta tidak ada bukti bahwa metronidazol bersifat teratogenik pada manusia, maka metronidazol dapat diberikan dalam dosis efektif terendah pada trimester kedua dan ketiga.
Perlu dianjurkan terhadap pasangan seksualnya untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan tidak melakukan hubungan seksual selama pengobatan sebelum dinyatakan sembuh dan menghindari pemakaian barang- barang yang mudah menimbulkan transmisi.

2.4   Penanganan PMS
A.    Penanganan Awal
a.       Segera periksa ke dokter atau petugas kesehatan
b.      Jangan malu menyampaikan keluhan kepada dokter atau tenaga kesehatan
c.        Memenuhi aturan pengobatan sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan
d.      Jangan melakukan hubungan seksual kecuali menggunakan kondom
e.       Pasangan sex sebaiknya memeriksakan diri
f.       Beritahu tentang akiba PMS yang berbahaya bagi kesehatan diri

B.     Penanganan Lanjutan
Pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada wanita untuk infeksi menular seksual
1.      Periksa wanita dalam posisi semi litotomi di ruangan dengan pencahayaan baik dan nyaman.
2.      Inspeksi mulut dan apabila diidentifikasikan, ambil bahan dari tonsil atau fosa tonsilaris untuk kultur Neisseria gonorrhoeae
3.      Inspeksi kulit (perhatikan terutama lesi-lesi ynfg menunjukkan skabies atau sifilis sekunder, ikterus, bekas jarum, ektoparasit)
4.      Ambil darah untuk uji serologis untuk sifilis dan apabila diidentifikasikan untuk infeksi virus hepatitis B dan human immunodeficiency virus (pada yang terakhir hanya setelah konseling)
5.      Inspeksi daerah pubis untuk mencari infestasi phthirus pubis, kutil, atau moluskum kontagiosum
6.      Palpasi kelenjar limfe inguinalis (apabila membesar, catat apakah pembesarannya uni- atau bilateral dan apakah ada nyeri tekan atau tidak)
7.      Inspeksi labia mayora, labia minora, orifisium uretra, introitus, perineum, dan daerah parianal.perhatikan ada tidaknya pembengkakan kelenjar borthalin
8.      Dengan telunjuk tangan kanan berada di dalam vagina, pijat dengan lembuturetra dan cari ada tidaknya pengeluaran mukopus. Dengan menggunakan stik aplikator berujung kapas, kumpulkan sekresi dan persiapkan kaca objek untuk pemeriksaan mikroskopik. Kumpulkan lebih banyak sekresi dan kirim untuk kultur N. Gonorrhoeae.
9.      Palpasi kelenjar borthalin dan inspeksi sekresi yang keluar. Apakah keluar mukopus, maka sekresi diambil untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur N. Gonorrhoeae
10.  Masukkan spekulum dan inspeksi dinding vagina perhatikan karakter sekresi.
11.  Dengan menggunakan stik aplikator berujung kapas, ambil bahan dan forniks posterior untuk pemeriksaan mikrobiologis untuk Trichomonas vaginalis (sediaan salin), Candida spp.(asuan yang diwarnai gram), dan vaginosis bakteri (sediaan saalin dan asuaan yang diwarnai gram)
12.  Apabila diidentifikasikan, harus dilkukan asupan serviks sebelum uji lain dilakukan
13.  Secara lembut usa serviks dengan kassa yang dipegangoleh forsep dan catat karakteristik sekresi serviks (spesimen yang sangat adekuat untuk pemeriksaan mikrobiologis daapaat diperoleh selaama menstruasi)
14.  Dengaan menggunakan stik aplikator berujung kapas, ambil baahan dari kanalis endoserviks dan apuskan ke kaca objek untuk pemeriksaan mikroskopis kemudian. Kirim ausan lain dalam medium transportasi untuk kultur N gonorrhoeae
15.  Ambil bahan dari kanalis endoserviks untuk pemeriksaan mikrobiologis Chlamydia trachomatis
16.  Masukkan stik aplikator berujung kapas sekitar 3 cm ke dalam kanalis anus dan kirim dalam medium transortasi untuk kultur N. Gonorrhoeae
17.  Lakukan pemeriksaan vagina bimanual, kecuali dikontraindikasikan.

2.5   Peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan PMS
a.       Bidan sebagai role model memberikan contoh sikap yang baik pada masyarakat
b.      Memberikan konseling pada masyarakat terutama remaja dan psangan suami istri tentang kesehatan reproduksi.
c.       Memberikan konseling pada masyarakat tentang penyebab dan akibat PMS
d.      Bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pelaksanaan penyuluhan pada masyarakat
e.       Mewaspadai gejala-gejala dan mendeteksi dini adanya PMS.

















BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan

Penyakit menular seksual adalah infeksi yang di tularkan dari satu orang ke orang lain saat berhubungan badan. Semua orang, pria, wanita (bahkan bahkan anak-anak) bisa tertular penyakit kelamin ini. Penyakit yang umum terjadi adalah: gonore, sifilis, herpes, HIV/Aids , Trikomoiasis.
Infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual, atau Penyakit kelamin menular adalah penyakit yang cara penularanyya melalui hubungan kelamin. Yang ditularkan dari satu orang ke orang lain saaat berhubungan badan. Tempat terjangkitnya penyakit tersebut tidak semata-mata pada alat kelamin .

b.      Saran

Setelah mengetahui beberapa pengertian penyakit menular seksual diatas, saya sebagai penulus mengharapkan agar para pembaca lebih berhati-hati terhadap penyakit ini, dan dapat mengetahui dengan jelas beberapa faktor penyebab, cara mengatasi dan cara penularanya penyakit menular sseksual. Oleh karena itu,saya sebagai penulis meminta kritik dan saranya untuk menyempurnakan makalah yang saya buat.









DAFTAR PUSTAKA

·         Anwar M, dkk. 2001. Ilmu kandungan. P. T. Bina  pustaka sarwono prawirohardjo edisi III : Jakarta
·         Close Sylvia. 1998. Kehidupan seksselama kehamilan dan setelah melahirkan. Arcan : Jakarta
·         Fakultas kedokteran UI. 2000. Kapita selekta kedokteran. Media Aesclapias Edisi III :Jakarta
·         Fakultas kedokteran UI. 1999. Kapita Selektake dokteran. Media Aesculapius. Edisi III Jilid I : Jakarta
·         Glasier Anna dan Gabbie Ailsa. 2006 .Keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Penerbid buku kedokteran. EGC . Edisi 4: Jakarta
·         Heffner L.J dan Schust D. 1. 2006. Af a Glance Sistem Reproduksi Erlangga Edisi Kedua : Jakarta
·         Llewellyn D dan jones. 2002. Dasar-dasar obstetri dan Ginikologi . penerbid Hipokrates Edisi 6 : Jakarta
·         Manuaba Ida Ayu C, dkk .2009 .Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Penerbit buku kedokteran EGC Edisi II : Jakarta
·         Naylor C. 2005. Obstetri –Ginekologi. Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
·         Norwitz E. dan Scorge J. 2007. At  a Glance. OBSTETRI DAN GINEKOLOGI. Erlangga Edisi kedua: Jakarta
·         Yatim Faisal, dkk. 2008. Penyakit kandungan. Pustaka popular obor : Jakarta
·         Ambarwati Eni. Dkk, (2009). Asuhan Kebidanan Komunitas. Nuha Medika. Yogjakarta
·         Djuanda Adhi, dkk, (2007). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. FKUI. Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar