MAKALAH
KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB
SEXUALLY TRANSMITTED DISEASE ( STD
) ATAU PENYAKIT MENULAR SEKSUAL ( PMS )

SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
PRODI D-III KEBIDANAN
Jl. P. Diponegoro No. 17 Tuban
62313 Tlp (0356) 321287 Fax (0356) 333237
NAMA KELOMPOK 4 :
1.
Anjar
Sari Mukti Rahayu (
13.11.1.149.0735 )
2.
Faiqotin
(
13.11.1.149.0745 )
3.
Listiana
Tri Widya (
13.11.1.149.0755 )
4.
Ovilla
Kemala Putri (
13.11.1.149.0765 )
5.
Sefiana
Wahyu Priyani (
13.11.1.149.0775 )
6.
Ulfatus
Harisna (
13.11.1.149.0786 )
KATA PENGANTAR
Dengan
segala kerendahan hati dan dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segenap limpahan
rahmat, taufiq, dan hidayahnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah
ini secara umum membahas tentang materi ” PENYAKIT MENULAR SEKSUAL “ yang berhubungan dengan mata kuliah
kesehatan reproduksi dalam dan kb yang di ajarkan di STIKES NU Tuban.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ditemukan banyak kekurangan,
sehingga saran dan kritik yang membangun untuk proses perbaikannya dari semua
pihak yang terkait, sangat kami harapkan.
Kami
berharap agar makalah ini sangat bermanfaat bagi semua komponen STIKES NU
Tuban dalam melaksanakan pembelajaran
khususnya pihak-pihak yang terkait pada umumnya.
DAFTAR
ISI
LEMBAR
PENGESAHAN........................................................ ....... 2
NAMA
KELOMPOK................................................................. ....... 3
KATA
PENGANTAR................................................................ ....... 4
DAFTAR
ISI................................................................................ ....... 5
BAB.
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang......................................................................... ....... 6
1.2 Rumusan
masalah.................................................................... ....... 7
1.3 Tujuan
masalah........................................................................ ....... 7
1.4 Manfaat.................................................................................... ....... 7
1.5 Metode
penulisan..................................................................... ....... 7
BAB.
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian PMS....................................................................... ....... 9
2.2
Upaya penekan PMS............................................................... ..... 11
2.3
Macam-macam PMS................................................................ ..... 12
A. Infeksi
bakteri.................................................................... ..... 12
B. Infeksi
virus....................................................................... ..... 28
C. Infeksi
infestasi artropoda................................................. ..... 48
D. Infeksi
protozoa................................................................. ..... 50
2.4
Penanganan PMS..................................................................... ..... 52
2.5
Peran bidan
dalam pencegahan dan penanggulangan PMS..... ..... 54
BAB.
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.............................................................................. ..... 55
3.2
Saran........................................................................................ ..... 55
DAFTAR
PUSTAKA................................................................. ..... 56
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit
kelamin adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual.
Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi
dapat juga secara ora-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul
akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah genital saja,
tetapi apat juga pada daerah – daerah ekstra genital.
Meskipun
demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi
ada beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat –
alat, handuk, termometer, dan sebagainya. Selain itu penyakit kelamin ini juga
dapat menularkan penyakitnya ini kepada bayi dalam kandungan.
Pada waktu
dulu penyakit kelamin di kenal sebagai Veneral
Diseases yang berasal dari kata venus (dewi cinta), dan yang termasuk dalam
venereal diseases ini yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma
venereum, dan granuloma inguinale.
Ternyata
pada akhir – akhir ini ditemukan berbagai penyakit lain yang juga dapat timbul
akibat hubungan seksual dan penemuan ini antara lain disebakan oleh perbaikan
sarana dan teknik laboratorium dan penemuan beberapa jenis penyaki secara epidemi
seperti herpes genetalis dan hepatitis B.
Oleh karena
itu istilah V.D makin lama makin di tinggalkan dan di oerkenalkan istilah Sexually Transmitted Diseases (S.T.D)
yang berarti penyakit – penyakit yang dapat di tularkan melalui hubungan
kelamin, dan yang termasuk penyakit ini adalah kelima penyakit V.D. tersebut di
tambah berbagai lain yang tidak masuk V.D istilah S.T.D. ini diindonesiakan
menjadi P.M.S. (Penyakit Menular Seksual), ada pula yang menyebutnya P.H.S.
(penyakit hubungan seksual). Sehubungan P.M.S ini sebagian besar di sebabkan
oleh infeksi, maka kemudian istilah S.T.D telah di ganti menjadi S.T.I
(Sexually Transmitted Infection).
1.2 Rumusan masalah
·
Apa definisi penyakit menular seksual
·
Bagaimana upaya menekan PMS
·
Macam-macam PMS
·
Bagaimana penanganannya
·
Bagaimana peran bidan dalam pencegahan dan
penanggulangan PMS
1.3 Tujuan masalah
·
Untuk mengetahui definisi penyakit menular seksual
·
Untuk mengetahui upaya menekan PMS
·
Macam-macam PMS
·
Untuk mengetahui penanganan dari PMS
·
Untuk mengetahui cara bidan dalam pencegahan dan
penanggulan PMS
1.4 Manfaat
A. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan tentang pengaruh PMS
terhadap kesehatan reproduksi pada wanita
B.
Bagi
responden
Dapat mengetahui tentang pengaruh
PMS terhadap kesehatan reproduksi pada wanita
C. Bagi institusi pendidikan
Memberikan sumbangan pustaka dan
literatur yang dapat digunakan oleh mahasiswa STIKES NU TUBAN.
D. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Dapat mengetahui dampak
negative dari PMS yang berhubungan
dengan kesehatan reproduksi.
1.5 Metode masalah
Dalam
penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan, dimana dalam
pengumpulan data yakni melalui penelitian dokumen, data diperoleh dari berbagai
sumber baik dalam media cetak maupun elektronik atau internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian PMS
PMS
adalah infeksi atau penyakit yang di tularkan melalui hubungan seks (oral,
anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang di tularkan melalui
hubungan seks yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa gejala dapat
muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, serta organ
tubuh lainnya, misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B
Penyakit menular seksual
merupakan penyakit
yang ditakuti oleh setiap orang. Angka kejadian penyakit
ini termasuk tinggi di Indonesia. Kelompok
resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang yang sering “jajan”
alias punya kebiasaan perilaku
yang tidak sehat.
Infeksi
yang ditularkan lewat hubungan seksual, atau Penyakit kelamin menular adalah
penyakit yang cara penularanyya melalui hubungan kelamin. Yang ditularkan dari
satu orang ke orang lain saaat berhubungan badan. Tempat terjangkitnya penyakit
tersebut tidak semata-mata pada alat kelamin saja, tetapi dapat terjadi
diberbagai tempat diluar alat kelamin.
Pnyakit
kelamin adalah penyakit yang cara penularannya melalui hubungan kelamin. Tempat
terjangkitnya penyakit tersebut, tidak semata-mata pada alat kelamin saja,
tetapi dapat terjadi di berbagai tempat di luar alat kelamin. Dulu penyakit ini
dikenal dengan nama “venereal diseases”,
berarti penyakit Dewi Cinta menurut versi Yunani.
Dalam penelitian lebih lanjut
dijumpai bahwa makin bertambah penyakit yang timbul akibat hubungan seksual
sehingga nama penyakit kelamin (venereal
diseases) berubah menjadi “sexually
transmitted disease” (STD) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Penyakit
Menular Seksual (PMS). Dari sudut epidemiologi ternyata penyakit menular
seksual berkembang sangat cepat berkaitan dengan pertambahan dan terjadinya
migrasi penduduk, bertambahnya kemakmuran, serta terjadi perubahan perilaku
seksual yang semakin bebas tanpa batas.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran menyebabkan diketahuinya bakteri, protozoa, jamur, dan
virussebagai penyebab penyakit menular seksual. Sebagian besar penyakit menular
seksual tersebut dapat disembuhkan kecuali acquired
immunodefisiency syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh human virus T
limfotropik tipe III (HTLV III). Penyakit virus terakhir ini melumpuhkan semua
kemampuan daya tahan tubuh terhadap berbagai daya tahan tubuh terhadap berbagai
bakteri, jamur, protozoa dan virus lainnya, sehingga dapat menimbulkan berbagai
manifestasi klinis yang kompleks. Disamping itu penyakit ini masih belum dapat
ditemukan pengobatannya sehingga berakhir dengan kematian yang mengenaskan.
Di Indonesia penyakit ini telah
menjalar dengan perkembangan penularan yang cukup cepat. Tidak dapat disangkal
bahwa mata rantai penularan penyakit menular seksual adalah wanita tunasusila
(WTS) yang dapat menyusup dalam kehidupan rumah tangga. Perubahan perilaku seksual
telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
menular seksual dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Bila penyakit menular
sebagian besar dapat diselesaikan dengan pengobatan yang tepat sehingga tidak
menimbulkan penyulitan selanjutnya, berbeda dengan kehamilan yang tidak
dikehendaki. Masalah terakhir ini mempunyai dampak yang lebih luas baik
biologis, psikologis, sosial, spiritual, dan etika.
Penyakit menular sekasual dapat
menimbulkan infeksi akut (mendadak) yang memrlukan penangan yang tepat karena
dapat menjalar ke alat genitalia bagian dalam dan menimbulkan penyakit radang
panggul. Pengobatan yang kurang memuaskan menyebabkan penyakit menjadi menahun
(kronis) dengan akibat akhir rusaknya fungsi alat genitalia bagian dalam
sehingga menimbulkan kurang subur atau mandul.
Dalam pertemuan di Atlanta USA,
tentang penyakit menular seksual, dinyatakan bahwa mata rantai yang ditularkan
oleh WTS tidak dapat dihilangkan tetapi hanya mungkin diperkecil peranannya.
Dengan ditemukannya penyakit AIDS yang disebabkan oleh virus dan sampai sejauh
ini belum ada pengobatannya, masyarakat harus berhati-hati.
2.2
Upaya Menekan PMS
Menekan penyebaran penyakit menular
seksual yang menimbulkan masalah dan malapetaka dalam rumah tangga adalah
dengan mempergunakan kondom. Dalam berbagai penelitian yang disampaikan pada
pertemuan nasional dan internasional dikemukakan bahwa peranan kondom sebagai
alat proteksi terhadap penyebaran penyakit hubungan seksual sangat besar,
sehingga dianjurkan untuk selalu mempergunakannya bila berhubungan dengan
wanita tunasusila.
Dlam upaya pemerintah untuk
mengurangi penyebaran penyakit hubungan seksual dilakukan beberapa langkah
diantaranya lokalisasi WTS, agar mereka mudah dikontrol dan diberikan proteksi
pengobatan, sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit hubungan seksual Keberadaan “call girl” yang sebenarnya juga berstatus sebagai wanita penghibur
agak sulit diatur, tetapi mereka lebih memperhatikan diri, sehingga diduga
tidak banyak berperan dalam penyebaran penyakit hubungan seksual.
Dengan pengertian demikian dapat
dibayangkan betapa pentingnya peranan kondom untuk melindungi diri dari mata
rantai penyebaran penyakit hubungan seksual karena AIDS merupakan infeksi virus
yang tidak dapat disembuhkan. Menghadapi inveksi virus yang menyebabkan AIDS,
kini manusia dengan masyarakat ilmiah dan penelitiannya sedang berusaha untuk
menemukan obat atau vaksinnya untuk menyembuhkan atau mencegah penyebarannya.
Semua lembaga penelitian dan ilmiah mendapat tugas mulia, bila mendapatkan obat
atau vaksinnya demi kelanjutan hidup manusia yang aman, damai , dan serasi.
Sudah dapat dipastikan bahwa mereka yang berhasil akan menerima hadiah Nobel
dalam bidang kesehatan.
2.3 Macam-macam PMS
A.
Infeksi Bakteri
1. Klamidia
Tinjauan umum
Terdapat
persamaan antara infeksi yang disebabkan oleh
N. gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis (CT). Klamidia
memiliki akses kedalam tubuh melalui invasi pada sel-sel epitel
endoservik,uretra,endometrium,tuba Fallopi,rectum, dan konjungtiva yang sama
pada infeksi gonokokus. Infeksi pada pria relatif asimtomatik dan memiliki
mordibitas yang rendah.Konsekuensi utama dari infeksi pada pria adalah risiko
penularan pada wanita pasangannya. Pada wanita infeksi gonokokus dan klamidia
dapat menyebabkan PID,nyeri kronik,infertilisasi,dan kehamilan ektopi. Terdapat
resiko pada bayi baru lahir. Perbedaan klinis yang paling besar antara infeksi
GC dan CT pada wanita adalah bahwa PID akibat klamidia seringkali asimtomatik,sehingga
infeksi klamidia merupakan bahaya kesehatan masyarakat yang utama karena
berpotensi menyebabkan kerusakan serius yang tidak disadari pada saluran
reproduksi bagian atas wanita.
Chlamydia
trachomatis merupakan
PMS yang paling sering di AS dan Eropa.Klamidia merupakan bakteri yang unik.
Seperti virus,bakteri ini merupakan parasit obligat intrasel dan hanyan dapat
diperbanyak pada kultur sel. Klamidia menyebabkan sekitar 50% kasus uretritis
nongonokokal pada pria. Pada wanita, klamidia dapat menyebabkan servisitis
mukopurulen dan ‘sindrom uretral’. Pada sindrom uretral,nyeri saat berkemih
berhubungan dengan sel darah putih, namun bukan bakteri,pada urin. Tidak
seperti gonrea, infeksi klamidia pada saluran genitalia bagian atas sering
menginvasi endometrium tanpa menyebabkan tanda-tanda PID yang jelas.Infeksi
subklinis seperti itu mungkin pertama kali dikenal sebagai diagnosis akibat
infertilitas atau kehamilan ektopik.
Beberapa strain
klamidia menyebabkan kelainan unik yang dikenal sebagai limfroglanuloma
venereum (LGV),suatu penyakit kronik suatu sifilis yang memiliki 3 stadium
klinis. Lesi primer pada LGV berukuran kecil,berupa papul yang tidak jelas pada
genitalia dan dengan cepat dan diam-diam menghilang. Stadium skunder pada LGV
ditandai oleh demam,malaise, dan limfedenetis akut pada daerah inguinal
(pembentukan bubo = sindrom inguinal) dan atau proktitis hemoragik atau
(sindrom anogenitorektal). Mayoritas pasien yang tidak beruntung, klamidia
menetap pada jaringan anogenital dan menyebabkan respons peradangan kronik yang
dapat menimbulkan
ulkus,fistula, dan striktur pada saluran genitalia. Namun bersifat sporadic di
AS dan Eropa.Neonatas yang terpapar klamidia pada jalan lahir dapat mengalami
pneumonia afebril atau konjungtivitis yang dapat berlanut menjadi kebutuhan.
Tidak seperti gonokokus, klamidia membutuhkan terapi
jangka panjang untuk mengeradikasi kumpulan bakteri intraseluler.Karena infeksi
gonorea dan klamidia sering terjadi bersamaan, maka mayoritas regimen terapi
terdiri dari satu antibiotik untuk gonokokus dan lainnya untuk
klamidia.Resistensi antibiotik yang
sebenarnya jarang ditemukan pada infeksi klamidia.
Epidemiologi infeksi klamidia
Infeksi
klamidia merupakan penyakit orang muda. Faktor risiko tambahan antara lain status
sosioekonomi yang rendah, pasangan seks
yang berganti-ganti, dan penggunaan kontrasepsi oral. Metode kontrasepsi
penghalang (kondom,diafragma, dengan
spermisida) dapat menurunkan risiko penyakit ini.
Biologo klamidia
Secara structural klamidia
merupakan mikroorganisme parasit obligat intraseluler.Klamidia digolongkan
sebagai bakteri karena mngandung DNA dan RNA. Seperti bakteri Gram-negatif, mereka memiliki protein membran
luar dan lipoporisakarida (LPS). Klamidia berbeda dari semua bakteri lainnya
karena siklus pertumbuhannya ditandai oleh adannya transformasi menjadi dua
bentuk yang berbeda: badan elementer (elementary,body,EB) dan badan reticular(reticulate body, RB). Badan elementer sangat infeksius, memiliki
bentuk pertumbuhan ekstraseluler yang kaku yang secara metabolik bersifat
infaksi.Badan elementer menempel pada sel kolumnar nonsilia atau epitel kuboid
dan menginduksi ingesti oleh sel pejamu. Fagosom yang mengandung badan
elementer tidak bersatu pada lisosom sel pejamu, suatu sifat yang dibutuhkan CT
untuk bertahan hidup dan sangat unik dan beberapa organisme (Mycobacterium tuberculosis merupakan organisme lainnya ). Di dalam
fagiosom,badan elementer mengalami reorganisasi
menjadi lebih besar, aktif secara metabolik, rapuh, dan menjadi badan
reticular yang noninfeksius. Badan reticular membelah berkali-kali melalui
pembelahan biner didalam fagosom sel pejamu. Mereka akan mengalami reorganisasi
kembali menjadi badan elementer infeksius yang akan dilepas ketika sel pejamu
mati.
Terdapat 15
serotipe atau serovar yang berbeda pada klamidia. Serovar-serovar ini
diidentifikasi sebagai A sampai K, Ba,L1,L2 L3. Strain D-K berkaitan dengan PMS
akibat klamidia. L1,L2, dan L3, menyebabkan LGV.
2. Sifilis
Perjalanan alamiah sifilis yang tidak di obati
Sifilis disebabkan oleh suatu spiroketa, Treponema pallidum, yang masuk kedalam
tubuh melalui celah kecil pada kulit genitalia eksterna yang terjadi selama
hubungan seksual. Selama spiroketa masuk, penyakit yang tidak diobati akan
berlanjut melalui empat tahap yang berurutan: sifilis primer, sekunder, laten
dan tersier.Terapi antibiotik pada suatu stadium sebelum tersier dapat mencegah
squelae lanjut dan mengancam nyawa dari penyakit.Sifilis juga dapat ditularkan
dari wanita kepada janinnya pada setiap saat selama kehamilan, dengan
konsekuensi yang serius.
Lesi primer sifilis, yaitu chancere, berkembang pada lokasi dikelamin yang dekat pada lokasi masuknya T. paliidum kedalam tbuh:
penis, labia, perineum, anus, atau rectum. Chancre, merupakan papul kecil tidak
nyeri yang menetap selama 1-2 bulan akan smbuh spontan.
Stadium sekunder dari sifilis adalah bentuk
diseminata.Spiroketa yang terdapat dalam darah berkumpul di dermis seluruh
tubuh dan menyebabkan bercak papul kemerahan yang menyebar luas dibatang tubuh
dan ekstremitas. Karena penyakit bersifat sistemik, maka sering dijumpai dengan
demam,mialgi, limfadenopati, sakit flu, dan sakit kepala. Sifilis sekunder juga
berhubungan dengan deposisi kompleks imun dipersendian, ginjal, dan mata yang
menyebabkan atritis, glomerulonefritis, sindrom nefrotik, dan uveitis. Sifilis
sekunder yang tidak diobati menghilang
dalam 4-12 minggu, sehingga pasien bebas
dari gejala. Beberapa bulan hingga tahun berikutnya sampai tibul gejala-gejala
sifilis tersier dikenal sebagai peride laten.
Sifilis tersier biasanya dampak beberapa tahun setelah
stadium diseminata.Sifilis tersier dapat melibatkan berbagai organ, termasuk
sistem kardiovaskuler dan sistem saraf. Secara keseluruha, sekitar seperempat
pasien yang tidak diobati mengalami komplikasi sifilis lanjut (tersier) yang
dapat dikenal, seperempat pasien mengalami lesi asimtomatik yang dapat ditunjukan saat autopsy, dan
setengah pasien tidak memiliki lesimanatomis akibat langsung dari penyakit,
biasanya karena komlokasi kardiovaskuler.
Infeksi pada plasenta dan janin akan terjadi pada 100%
wanita hamil yang mengalami spiroketemia yang menyertai sifilis primer atau
sekundr. Komlokasi sifilis pada kehamilan meliputi keguguran spontan, lahir
mati, persalinan premature, dan sifilis congenital.Manifestasi sifilis kongetal
adalah protean.Angka kematian neonatus adalah 50%.
Sifilis diterapi dengan penisilin pada semua pasien,
kecuali pasien yang memiliki alergi.
Epidemiologi
sifilis
Sifilis
sangat banyak ditemui diberbagai bagian
dunia hingga terapi antibiotik ditemukan pada tahun 1940-an. Prevalensi
penyakit ini menurun drastic setelah perang dunia II namun mulai meningkat lagi
pada tahun 1960-an. Hampir 75% kasus tidak dilaporkan. Wanita dan pria yang memiliki resiko tinggi untuk mengalami sifilis adalah yang berusia muda, dari
kelompoksosioekonomi rendah, dan memiliki pasangan seksual yang multiple.
Sebanyak 10-60 organisme penyebab sifilis sudah cukup untuk menyebabkan infeksi
dan sekitar sepertiga kontak seksual dengan orang yang terinfeksi akan menjadi
terinfeksi. Insidenfi sifilis congenital sesuai dengan insidensi pada wanita terinfeksi dan terus
meningkat. Kewajiban untuk skrining prenatal telah menurunkan insidensi sifilis
congenital lanjut: tidak ada atau terlambatnya perawatan prenatal merupakan
faktor risisko terbesar terjadinya sifilis kongenutal.
Biologi T. pallidum
Treponema
pallidummerupakan anggota dari jenis bakteri Spirochaetaceae,dan sangat berhubungan
dengan dua treponema lain yang menyebabkan penyakit pada manusia: Treponema pertenue, yang menyebabkan yaws (frambusia) dan T carateum
yang menyebabkan pinta. Pemeriksaan dengan mikroskop electron maupun analisis
DNA tidak dapat membedakan ketiga organisme ini.Dipercaya bahwa
penyakit-penyakit berbeda yang berkembang menggambarkan adaptasi organisme dan
pejamu terhadap titik yang berbeda saat masuk kedalam tubuh.
Treponema pallidum merupakan
organisme yang relatif rapuh yang tidak dapat hidup lebih dari beberapa
jam pada daerah yang lembab diluar tubuh. Mikrobiologi organisme ini belum
dimengerti dengan baik karena tidak dapat dipertahankan pada kultur sel.
Sebagai besar manifestasi sifilis adalah akibat reaksi
peradangan yang disebabkan oleh organisme.Sel polimorfonuklear (PMN) berkumpul
ketempat inokulum dan memakan spiroketa namun tidak membunuhnya.Limfosit dan
magrofag tertarik kelokasi tersebut.Keduannya juga mengelilingi treponema namun
tidak membunuhnya.Antibody antitreponema dibentuk, kadang-kadang dalam jumlah
yang dapat menyebabkan glomenuroflitis.Kompleks imun.Masih merupakan hal yang
menakjupkan dan belum diketahui bagaimana T. pollidum mampu menghindari
pertahanan pejamu dan menimbulkan infeksi.Lokasi infeksi primer dikelilingi
oleh materi mukoid yang tersusun atas asam hialuronad dan kondroitin sulfat
yang mungkin mngubah pertahanan pejamu. Penujuk paling baik yang dapat
menjelaskan dannya penyakit adalah penemuan bahwa sensitifitas tipe lambat
(delayed type sensitifiti ) terrdapat antigen treponemal tidak terdapat pada
sifilis sekunder. Spiroketa baru yang
diingokulasi kedalam sistem tidak bersifat infeksius saat telah terjadi
infeksi awal yang menentap. Ini merupakan mekanisme yang umum pada penyakit
parasit kronis, yang disebut sebagai ‘premunisi’pejamu kebal terhadap reinfeksi
namun tidak dapat menghilangkan infeksi awal.
Setelah fase sistemik infeksi terjadi, spiroketa
terdapat dengan jelas disetiap tempat pada jaringan yang terinfeksi.Akan
tetapi, inflamasi terjadi lebih banyak disekeliling pembuluh darah kecil dan
menyebabkan hiperplasia intima dan endarteripis obliteratif.Nekrosis iskemik
fokal dan fibrosis selamnjutnya menyebabkan berbagai manifestasi lanjut dari
penyakit.
Peribahan peradangan yang disebabkan oleh spiriketa
paling mencolok pada sifilis congenital.Plasenta mengalami vibrosis difus yang
disertai peradangan dan nekrosis pada pembuluh darah janin pada fili
palsenta.Insufisiensi faskular yang dihasilkan menyebakan pertumbuhan janin
yang buruk (intrauterine growth restriction) dan lahir mati.Fibrosis pada hati
dan limpa menyebabkan anemia pada janin. Hemotopoiesis ekstramedular konpensasi
mempercepat terjadinya hipates plenomegali dan terbentuknya efusi pleura dan
asites (hidropsfetaalis) beberapa bayi akan memiliki bercak kulit yang sangat
menyerupai sifikis sekunder. Keluarnya cairan dari hidung yang penuh dengan
spiroketa (snuffles) mungkin merupakan salah satunya petunjuk adanya sifilis
congenital saat lahir.
Manifestasi lanjut dari sifilis, baik congenital maupun
tersier, meliputi vaskulitis dan kerusakan parenkim pada sistem syaraf pusat.
3.
Granuloma
Inguinal (Donovanosis)
Adalah
infeksi kronik dan ulseratif pada vulva yang disebabkan oleh bakteri Gram
negatif intraseluler Klebsiella garanulomatis. Endemis dibeberapa daerah tropis
dan negara berkembang. Granuloma inguinal tidak sangat menular, biasanya
membutuhkan paparan kronis tetapi dapat ditularkan melalui kontak seksual atau
nonseksual yang dekat. Masa inkubasi berkisar 1 sampai 12 minggu.
Keluhan dan gejala mulai dengan
nodul tanpa keluhan yang kemudian mengalami ulserasi membentuk banyak ulkus
berwarna merah daging, tidak terasa nyeri dan bergabung menjadi satu. Biasa
terjadi kerusakan bentuk vulva. Mungkin terjadi adenopati yang minimal.
Diagnosis : pemeriksaan mikroskopis
atas usapan dan spesimen biopsi memperlihatkan benda-benda Donovan
intrasitoplasmik yang patognomonik, kerumunan bakteria yang tampak seperti
peniti (bipolar).
Terapi rekomendasi menurut CDC:
doksisiklin 100 mg oral 2x sehari selama paling sedikit 3 minggu dan sampai
semua lesi sembuh sempurna.
Terapi alternatif :
·
Azitromisin 1 g oral setiap minggu
selama 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau
·
Siprofloksasin 750 mg oral 2x sehari
selama paling sedikit 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau
·
Eritromisin basa 500 mg 4x sehari selama
paling sedikit 3 minggu dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau
·
Trimetoprim-sulfametoksazol kekuatan
ganda (160 mg / 800 mg) satu tablet 2x sehari selama paling sedikit 3 minggu
dan sampai semua lesi sembuh sempurna, atau
4.
Gonorea
Tinjuan umum
Gonorea
merupakan penyakit menular yang yang paling sering dilaporkan diberbagai
negara yang lebih maju.Rerata di
negara-negara ini adalah 5-50 kali lebih tinggi dibandingkan negara yang kurang
maju.Kokus Gram -negatif yang menyebabkan penyakit ini adalah Neisseria
gonorrhoeae. Kokus ini merupakan organisme yang sangan spesifik yang
membutuhkan permukaan mukosa untuk masuk ke dalam tubuh. Konsenkuesi kesehatan yang paling penting akibat infeksi
gonorea adalah kerusakan tuba fallopii yang berkaitan dengan predisposisi
terjadinya kehamilan ektopik (tuba) dan infertilitas.
Pada
pria, uretritis merupakan manifestasi klinis yang paling sering dari gonorea.
Gejala-gejalanya meliputi disuria dan atau keluarnya cairan plururan dari
uretra. Komplikasi lokal akibat gonorea jarang terjadi, walaupun dapat terjadi
setriktur uretra, epididimitis, prostatitis. Anatara 20-30 % priahetero seksual dengan gejala uretritis gono kokal juga
terinfeksi oleh clamydia trachomatis.
Infeksi
gonokokal pada wanita sering asimtomatic. Namun demikian, morbiditas akibat
infeksi ini jauh lebih banyak di bandingkan yang terjadi pada pria yang
terinfeksi. Ironisnya, sejumlah besar wanita yang diagnosis terinfeksi gonorea
di identifikasi di klinik penyakit menular seksual ( PMS atau sexsually
tranmitted disease,STD) karena merupakan istri asimtomatic dari suami yang
telah terinfeksi. Infeksi gonokokal urogenital tanpa komplikasi pada wanita
mungkin timbul sebagai di surya akibat uredtritis, keluarnya cairan dari vagina
akibat servisitas, atau keluarnya cairan purulen dari kelenjar skene atau
bartholin pada introitus vagina. Penyakit peradangan pelvis ( pelvis
inflammatory) disease, PID) adalah genetalia bagian atas dan meliputi
endometritis, salpingitis dan peritonitis. Neisseriagonorrhoeae dan C.
Trachomatis merupakan dua patogan yang paling sering di isolasi dari hasil
kultur wanita dengan PID. Wanita dengan PID gonokokal datang dengan gejala nyeri
perut bagian bawah, pendarahan uterus abnormal, dispareunia ( nyeri saat
berhubungan intim) dan demam. Walaupun murtalitas pada PID rendah, namun morbidibitasnya sangat tinnggi.
PID merupakan faktor resiko untuk nyeri pelvis kronis, infertilitas, dan kehamilan
tuba. Pada beberapa daerah di afrika, hampir 50% wanita infertin akibat oklusi
tuab pada PID gonokokal.
Manifestasi
klinis serius lainnya termasuk infeksi gonokokal, suatu bentuk yang berat dari
konjungtivitis pada bayi baru lahir ini yang mendapat infeksi dari jalan lahir.
Oftalmia gonokokal neonatal dapat menyebabkan kebutaan jika tidak di terapi.
Kelainan ini jarang erjadi di negara negara maju karena dapat keharusan untuk
melakukan profilaksi okular saat kelahiran, namun penyakit ini tetap menjadi
masalah besar pada beberapa bagian negara negara belum berkembang.
Gonorea
diterapi dengan antibiotik. Pemilihan antibiotik masih tetap di kembangan
karena terdapat kecenderungan organisme untuk menyebabkan STD lainnya dan
menjadi resisten terhadap antibiotik.
Epidemiologi gonorea
Gonorea
sebagian besar merupakan penyakit pada
orang muda. Insidensi memuncak pada pria dan wanita pada berusia 18-24 tahun.
Selain usia, faktor resiko lain meliputi keadaan sosioekonomi yang rendah,
lingkungan urban, status belum menikah, ras nonkulit putih, pria homoseksual
dan prostitusi.
Biologi N. Gonorrhoeae
Gonokokus
masuk ke dalam tubuh dengan menempel pada sel epitel mukosa kolumnar nonsilia
dengan menggunakan stutur permukaan khusus pada bakteri yang di sebut pili.
Setelah menempel, gonokokus mengalami endositoses oleh sel. Pada tahap ini,
suatu peristiwa yang dimediasi oleh lipopoli sakarida ( lipopoly sacc haride,
LPS :endotoksin) aktifasi dan zat zat di dekatnya di gunung. Setelah
endositosis bakteri, vakuola yang mengandung gonokokus yang viable dan
bereplikasi melewati sel dari permukaan
mukosa menjadi membran subepitel. Disini, bakteri dilepaskan kedalam jaringan
di bawahnya. Kerusakan permukaan yang disebabkan oleh gonokokus memungkinkan
patogan lain, seperti klamidia, memiliki akses kesaluran reproduksi bagian atas
dan menyebabkan PID multi organisme. Pergerakan gonokokus kelokasi subepitel
juga menjelaskan seringnya kegagalan dalam mendapatkan bakteri pada tuba valopi
walaupun kultur servik menunjukkan PID positif.
Gonokokus
dapat menjadi resisten terhadap antibiotik karena mekanisme yang dimediasi oleh
plasmid dan mekanisme kronosomal. Mayoritas resistensi yang di mediasi adalah
terhadap penisilan dan tetrasiklin. Resistensi yang dimediasi secra kromosomal bersifat
lebih umum dan meliputi mutasi yang mengubah permeabilitas dinding sel atau
afinitas proten pengikat pada antibiotik.
5.
Ulkus
Mole
Ulkus
mole adalah penyakit infeksi pada alat kelamin menular yang
akut,setempat,disebabkan oleh Haemophilus ducreyi dengan gejala klinis yang
khas berupa ulkus yang multipel, nyeri pada tempat inokulasi, dan sering
disertai pernanahan kelenjar getah bening ragional. Disebut juga soft chancre,
chancroid, soft sore.
Etiologi
Basis
H. Ducreyi merupakan hasil negatif Gram. Karena lesi terbuka di daerah
genetelia sering tertutup oleh infeksi sekunder, basil H. Ducreyi lebih mudah
di cari bila bahan pemeriksaan berupa nana di ambil dengan cara aspirasi abses
kelenjar inguinal. Kuman ini suka dibiak.
Patogenesis
Tempat
masuk kuman adalah daerah yang sering atau mudah mengalami abarasi , erosi,
atau ekskoriasi, yang di sebabkan oleh trauma, infeksi lainnya, atau iritasi
yang berhubungan dengan kurangnya higiene perorangan. Pada lesi, organisme
terdapat dalam makrofag dan netrofil atau bebas berkemlompok ( mengumpul) dala
jaringan intirtisial.
Belum pernah di laporkan bahwa penyakit ini
dapat menular ke bayi yang di lahirkan dari ibu dengan chancroid aktif pada waktu in part 2
Manifestasi klinis
Masa
inkubasi berkisar antara 1 - 14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari. Lesi
kebanyakan multipel,biasanya pada daerah genital. Mula-mula kelainan kulit
berupa papul, kemudian menjadi vesiko-pustul pada tempat inokulasi, cepat pecah
menjadi ulkus.
Ulkus
kecil, multipel, sangat nyeri ( terutama bila kena kakeat atau urin) tidak
terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering berbaung dan di
kelilingi halo yang eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik dasar
ulkus, berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa
nyeri. Tempat predileksi pada pria ialah permukaan mukosa preputium, sulkus
koronalius, frenulus penis, dan batang penis. Dapat juga timbul lesi di dalam
uretra, skotum, perineum, atau anus. Pada wanita sering mengenai labia,
klitoris, fouchette, vestibuli, anus dan servik.
Gambaran
ulkus mole pada wanita bervariasi. Ulkus tidak senyeri pada pria dan keluahan
dapat berupa disurya, nyeri waktu devekasi, dispaurenia, atau duh tubuh vagina.
Lesi
ekstra genital terdapat pada lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilipus,
dan konjugtiva.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
sediaan apus di ambil dari permukaan tepi ulkus yang berbaum, dengan pewarnaan
gram, unna-peppenhein, wright, atau giemsa ditemukan hasil berkelompok atau
berderet seperti rantai.
Biarkan
kuman dengan bahan di ambil dari pus bubo atau lesi kemudian di tanam pada
perbenihan atau plat atau khusus, yaitu
agar gonokok dan muller hinton.
Dapat
pula dilakukan tes imunofluoresensi, biopsi,tes kulit iti-reenstierna, dan
autoinokulasi .
Komplikasi
Dapat
timbul mixed chancre abses, kelenjar iduinal, fimosis, parafimoses, fistula
uretra , dan infeksi camouran. Biala terjadi infeksi campuran dengan treponema
pallidum disebut ulkus mikstum : mulanya menunjukkan gamabaran ulkus mole tapi
semakin berkurang nyerinya dan lebih berindurasi.
Diagnosis
Berdasarkan
pada riwayat pasien, pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan agen menyebabnya. harus di pikirkan juga kemungkinan infeksi
campuran. Selanjutnya pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk menyingkirkan
siflis.
Penatalaksanaan
1.
Medikamentosa
·
Untuk
pengobatan sistemik dapat diberikan salah satu obat dibawah ini:
§
Siprofloksasin
* 500 mg per oral dosis tunggal
§
Ofloksasin
*400m per oral dosis tunggal
§
Azitromisin
1 gram per oral dosis tunggal
§
Eritromisin
500mg per oral 4 kali sehari selama 7
hari
§
Seftriakson
250mg injeksi intramuscular sebagai dosis tunggal
§
Trimetropim
–sulfametoksasol 80-400mg, 2 X 2 tablet per oral selama 7 hari
·
dikontara
indikasikan untuk wanita hamil,menyusui dan anak kurang dari 12 tahun
·
Sebagai
pengobat local dapat dilakukan kompres,rendam,atau irigasi dengan larutan salin
yang akan membantu menghilangkan debris nekrotik da mempercepat penyembuhan
ulkus.antiseptik local merupakan kontra indikasi karena dapat mengganggu
pemeriksa untuk diagnosis dini sifilis dengan mikroskop lapangan gelap.
Aspirasi jarum dinjurkan untuk bubo berukuran cm atau lebih dengan fruktuasi
dibagin tengah untuk mencegah pecahnya bubo.
2.
Non
medikamentosa
Berikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan
hal-hal sebagai berikut:
·
Bahaya
penyakit menular seksual (PMS) dan komplikasinya
·
Pentingnya
mematuhi pengobatan yang diberikan
·
Cara
peularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
·
Hindari
hubungan seksual sebelum sembuh , dan memakai kondom jika tidak dapat
menghindarkan lagi
·
Cara-cara
menghindari infeksi PMS di masa datang
6.
Limfogranuloma
Venereum
Limfogranuloma
venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang mengenai sistem saluran
pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal,
anus, dan rektum.
Etiologi
Chlamydia trachomatis
Chlamydia trachomatis
Manifestasi Klinis
LGV
adalah penyakit sistemik yang primer menyerang sistem limfatik , manifestasi
klinis dapat akut, subakut , atau kronik , dengan komplikasi pada stadium
lanjut. Stadium dini terdiri dari lesi primer genital dan sindrom genital .
Stadium lanjut dapat berupa sindrom ano-rektal dan elefantiasis genital (esthiomene ).
Lesi primer genital
Setelah masa inkubasi antara 3 – 20 hari, akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak sakit, tidak khas, dan cepat hilang . Lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal papul- papul gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagi uretritis nonspesifik. Pada pria sering berlokasi di ulkus koronarius, frenulum, preputium, penis, uretra, dan skrotum. Pada wanita lebih sering terjadi pada dinding posterior vagina, portio, bagian posterior serviks, dan vulva. Lesi primer pada pria sering disertai oleh limfangitis. Pada bagian dorsal penis dan membentuk nodul limfangial yang lunak atau abses kecil.
Setelah masa inkubasi antara 3 – 20 hari, akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak sakit, tidak khas, dan cepat hilang . Lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal papul- papul gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagi uretritis nonspesifik. Pada pria sering berlokasi di ulkus koronarius, frenulum, preputium, penis, uretra, dan skrotum. Pada wanita lebih sering terjadi pada dinding posterior vagina, portio, bagian posterior serviks, dan vulva. Lesi primer pada pria sering disertai oleh limfangitis. Pada bagian dorsal penis dan membentuk nodul limfangial yang lunak atau abses kecil.
Sindrom inguinal
Biasanya
beberapa hari sampai minggu setelah lesi primer menghilang. Pada 2/3 kasus terjadi
limfadenitis inguinal yang unilateral . Gejala sistemik seperti demam ,
menggigil anoreksia, nausea, sakit kepala, sering menyertai sindrom ini.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan :
Pada pemeriksaan klinis didapatkan :
·
Kelenjar inguinal membesar , nyeri, dan
teraba padat, kemudian berkembang menjadi peradangan sekitar kelenjar atau
perilimfadenitis
·
Perlekatan antara kelenjar sehungga
terbentuk paket, juga perlekatan kelenjar dengan kulit di atasnya , kulit
tampak merah kebiruan, panas, dan nyeri.
·
Perlunakan kelenjar yang tidak serentak
ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus, dan terbentuk abses multipel.
·
Abses pecah menjadi sinus dan fistel
multipel pada 1/3 kasus, sedangkan yang lain mengalami involusi secara perlahan
dan membentuk massa padat kenyal di daerah inguinal.
Beberapa bentuk spesifik yang dapat terjadi seperti
pembesaran kelenjar di atas dan bawah ligamnetum inguinal Pouparti sehingga
tercentuk celah yang disebut sing of
groove ( Greenblatt’s sign ). Terjadi pembesaran kelenjar femoralis,
inguinalis superfisial, dan profundasi menyebabkan bentuk seperti tangga
sehingga disebut ettage bubo. Pada
penyembuhan fistel akan terbentuk parut yang khas di daerah inguinal.
Sindrom Anorektal
Terutama pada wanita akibat penyebaran langsung dari
lesi primer di vagina ke kelenjar limfe perirektal . Gejala awal adalah
perdarahan anus yang diikuti oleh dud anal purulen disertai febris, nyeri saat
defekasi, sakit perut bawah, konstipasi, dan diare. Bila tidak diobati dapat
terjadi proktokolitis berat yang gejalanya mirip kolitis ulserosa dengan
tanda-tanda fistel anil, abses perirektal, dan abses rektovaginal/rektovesikal.
Pada pria, gejala proktitis menunjukkan kebiasaan homoseksual.
Sindrom Genital
Dapat berupa edema vulva sepanjang klitoris sampai
ke anus (elefantiasis labia ) sebagai akibat peradangan kronis sehingga terjadi
kerusakan saluran dan kelenjar limfe dan timbulnya edemalimfe di daerah vulva.
Pada permukaan elefentiasis dapat
terjadi tumor polipoid dan verukosa, dan karena tekanan paha dapat berbentuk
pipih (disebut Buchblatt condyloma ).
Dapat pula terjadi fistel , akibat ulserasi yang destruktif dan pecah ke dalam
vagina atau vesika urinaria.
Pada pria dapat terjadi proses yang
sama , namun jarang dijumpai . Manifetasi klinis berapa elefantiasis skrotum.
Bila kerusakan saluran dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi elefantiasis
pada satu atau kedua tungkai.
Pemeriksaan Penumjang
1. Pewarnaan
pus bubo dengan Giemsa untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas.
2. Tes
Frei, yang berdasarkan pada reaksi lambat intradermal yang spesifikasi terhadap
Chlamydia sehingga dapat memberi positif semua pada infeksi Chlamydia jenis
lain.
3.
Tes serologi, terdiri atas complement fixation test, radioisotop
precipitation, dan micro immunofluorescent typing.
4. Kultur
jaringan untuk konfirmasi diagnosis, bahan pemeriksaan, dari aspirasi pus bubo
yang belum pecah.
Diagnosis
Diagnosis
LGV dapat ditegakkan berdasarkan gambar klinis, pewarnaan Giemsa pus bubo, tes
Frei, tes serologis, dan kultur jaringan.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
·
Saifonamida (pilihan utama) dengan dosis
3-5 g/hari selama 14 hari
·
Katrimoksazol (trimetroprima 400 mg +
sulfametoksazol 80 mg ) dengan dosis 3 x 2 tablet/hari selama 7 hari
·
Doksisiklin (rekomendasi WHO saat ini ),
dosis 2 x 100 mg/hari selama 14 hari.
·
Tetrasiklin , dosis 4x 500 mg sampai 14
hari (obat alternatif)
·
Obat lain yang dapat dipakai :
kloramfenikol, minoksiklin, dan rifampisin
2. Pembedahan
Pada
abses multipel yang berfluktuasi lebih
baik aspirasi jarum dari pada insisi karena dapat memperlambat penyembuhan .
Untuk stadium lanjut dapat dilakukan :
·
Valvulektomi total atau labiektomi pada
elefantiasis labia
·
Dilatasi dengan Bougie bila terjadi
striktur rekti
·
Drainase pada abses perianal dan
perirektal
·
Operasi plastik untuk elefantiasis penis
dan skrotum
3. Pemeriksaan
dan pengobatan mitra seks pasien
B.
Infeksi Virus
1. AIDS
Perjalanan
alamiah infeksi HIV yang tidak diobati.Deskripsi penyakit pada manusia akibat infeksi HIV
muncul pertama kali pada awal tahun 1980’an
infeksi akut dilaporkan dapat menyebabkan “sindrom menyerupai
mononucleosis” dengan gejala-gejala demam, malaise, nyeri otot, nyeri kepala,
kelelahan, uam generalisata, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan lesi
mukokutan yang khas. Kecepatan onset gejala setelah kontak pertama kali
dapatmemperkirakan rute jalan masuk dan jumlah virus saat pajanan.
Gejala-gejala infeksi primer
sering menetap selama 2-3 minggu sebelum menghilag spontan.Penyakit ini
kemudian masuk kedalam fase asimtomatik.Fase ini dapat berlangsung selama
beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Lamanya fase bebas-gejala ini tampaknya
bergantung pada patogenitas dari strain virus yang menginfeksi. Koinfeksi
dengan virus lainnya atau pathogen penyakit menular seksual (PMS atau sexsualy
transmitted disease, STD) lainnya dapat mempercepat progresi penyakit. Selama
fase asimtomatik, replikasi virus berjalanjut di dalam sel limfoid yag
terinfeksi (terutama sel T CD4+). Sel-sel imun yang terinfeksi dirusak oleh
virus sehingga pejamu menjadi immunocompramised.pada kadaan ang
immunocompramised ini, individu yang terinfeksi oleh HIV rentan terhadap
berbagai infeksi virus, bakteri, jamur, dan parasit oportunistik.
Pathogen-patogen oportunistik seperti pneumocystic carinii, cryptospotidium,dan
cryptoccoccus jarang mempengaruhi individu-individu dengan sistem imun yang
berfungsi normal namun dapat mematikan pada mereka yang terinfeksi HIV. Pasien
yang immunocompramised berat juga memiliki resiko menderita neoplasma tertentu,
termasuk sarkoma Kaposi, kanker serviks yang berkaitan dengan human
papilomavirus, dan beberapa limfoma. Berkembangnya infeksi oportunistik atau
neoplasma pada pasien yang terinfeksi HIV menggambarkan kaedaan acute
immunodeficiency syndrome (AIDS). Pasien yang meninggal karena AIDS biasanya
disebabkan oleh komplkasi infeksi oportunistik atau neoplasma.
Epidemiologi infeksi HIV
Sampai juli 1993 telah dilaporkan sekitar
718.894 kasus AIDS dari 182 negara di dunia ke badan kesehatan dunia (WHO).
sedangkan WHO memperkirakan sekitar 2,5 juta kasus AIDS dan 14 juta HIV positif
dengan perincian : Amerika utara 1 juta; Amerika latin 1,5juta; Eropa barat 0,5
juta; Eropa timur dan asia tengah 50,000; Afrika utara dan timur tengah 75,000;
Afrika sub suhara 8 juta; Asia timur dan pasifik 25,000; Asia selatan dan
tenggara 1,5 juta; dan Australia 25,000. Diperkirakan pada tahun 2000 akan
terdapat 40 juta HIV

positif di seluruh dunia, termasuk
10 juta wanita dan anak-anak.
Di
indonesia kasus AIDS pertama kali ditemukan pada tanggal 5 April 1987 di Bali
pada seorang wisatawan Belanda. menurut dirjen pemberantasan penyakit menular
dan penyehatan lingkungan pemukiman Depkes RI, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS
(+) per januari 2000 adalah 1080 kasus yang terdiri dari 794 kasus HIV (+) dan
286 kasus AIDS.
Penularan virus terjadi melalui kontak langsung dengan
cairan tubuh,paling sering melalui semen atau darah. Penyebaran virus dapat
terjadi melalui kontak seksual, melalui pajanan parenteral (penyalagunaan obat
intravena dan transfuse), atau melalui penularan perinatal. Penularan perinatal
dapat terjadi selama kehamilan
(penularan melalui plasenta), saat kelahiran, atau selama menyusui. Hanya 25%
anak yang dilahirkan ibu yang positif HIV yang tidak diobati akan terinfeksi,
walaupun angka ini dapat menurun hingga kurang 2% dengan terapi antenatal dan
parinetal yang agresif. Lebih dari 70% infeksi HIV terjadi melalui penularan
heteroseksual HIV lebih mudah ditularkan dari pria ke wanita dibandingkan dari
wanita ke pria.
Biologi
HIV
HIV merupakan retrovirus.Materi genetiknya dibawa sebagai RNA yang dibungkus
dalam selubung protein virus. Permukaan virus mengekspresikan sebuah reseptor
yang disebut gp120 yang berikatan khusus dengan reseptor pada sel
limfoit.Ikatan tersebut mempercepat masuknya virus kedalam sel pejamu. Reseptor
dan koreseptor pejamu untuk masuknya virus meliputi CCR5, suatu reseptor
komekin pada magrofag,CXCR4, suatu reseptor kemokin yang diekspresikan pada
sel T, dan CD4, suatu penanda untuk sel
T helper yang juga diekspresikan pada magrofag dan sel dendritik. Setelah virus
masuk sel-sel yang terinfeksi akan bersatu dengan sel t akan helper CD4+.
Perbanyakan virus akan terus berlangsung sebagian besar pada sel CD4+.
Setelah
masuk ke dalam tubuh sel pejamu, retrovirus menggunakan traskiptase reversal
untuk membuat salinan DNA dari genom RNA virusnya.Virus juga menggunakan suatu
enzim yang disebut integrase untuk memasukkan DNA yang baru disintesis kedalam
genom pejamu dan mesin sel pejamu membuat banyak salinan dari genom HIV.Virus
akhirnya menggunakan suatu enzim yang disebut protease untuk menyusun kembali
selubang virus.Partikel virus kemudia keluar dari sel pejamu melalui
pembentukan tunas (budding) sel-sel imun. Progeny virus yang multiple akan
dihasilkan ke dalam sel pejamu tunggal yang terinfeksi sebelum habis waktunya.
Traanskriptase
reversal, untegrase, dan protease merupakan enzim-enzim yang spesifik pada
virus. Oleh karena itu mereka dapat berperan sebagai target untuk
intervensi terapeutik langsung. Hamper
20 obat kini tersedia untuk mengobati infeksi HIV. Tidak satupun obat bersifat kuratif dan
terapi yang optimal biasanya menggunakan kombinasi 2-4 obat. Antiretroviral yang tersedia
menghambat dua enzim spesifik HIV : enzim protease HIV (indhibitor protease)
dan enzim tranksriptase reversal (RT)
[neuleosit RT indhibitor (NRTI)] dan non-nuchleoside RT indhibitor NRTI.
Indhibitor masuknya virus HIV saat ini sedang dikembangkan.
Di
Negara maju, intervasi terapeutik yang teliti, yang dikombinasikan dengan
pemantauan ketat hitung sel T CD4+ dan
jumlah virus, telah memperbaiki secara radikal prognosis untuk pasien yang terinfeksi HIV. Kemajuan
selanjutnya menjadi tantangan denagn danya fakta bahwa enzzim transcriptase
refersal HIV membuat banyak kesalahan selama replikasi genom virus. Virus tidak
memilki cara untuk memperbaiki kesalahan ini. Hal ini memungkinkan terjadinya
mutasi virus dengan cepat, dan sayangnya, resistensi terhadap obat
antiretrovirus. Di Negara belum maju, dimana prevalensi penyakit merupakan yang
tertinggi, obat-obatan tersebut jarang atau sama sekali tidak tersedia.
Infeksi virus HIV pada ibu hamil
Pada bulan Oktober sampai Mei 1981, dilaporkan 5 anak
muda lelaki yang homoseksual, menderita penyakit Pnemonitis Carinii pada 3 RS
berbeda, di Los Angeles dan California. Dua orang di antaranya meninggal.
Penderita
pertama, berumur 33tahun, mendapat penyakit P. Carinii dan sariawan (Candidiasis mukosa) pada bulan
maret 1981. Setelah dua bulan sebelumnya menderita demam, dengan hasil
pemeriksaan laboratorium:
·
Enzim
hati meningkat.
·
Jumlah
sel darah putih turun (leukopeni).
·
Ditemukan
virus Sitomegalo didalam air seni.
Reaksi Komplement Fixas untuk virus Sitomegalo pada
bulan Oktober 1980, sebanyak 256, pada bulan Mei 1981, sebanyak 32.
Pengobatan
yang diberikan adalah Trimetoprin-sulfametoksazol, dan asiklovir sebagai obat
antivirus.Penderita ini akhirnya meninggal dunia pada tanggal 3 Mei 1981.
Para
ahli kesehatan di Asia sudah memperingatkan bahwa secara perlahan akan terjadi
wabah HIV pada kaum perempuan Asia dan
belum terlihat upaya yang betul-betul tepat untuk mencegah penularan virus HIV.
Pada
konferensi AIDS ke-15 di Bangkok tanggal 11 juli 2004, Tim Brown seorang
peneliti senior dari Amerika Serikat yang bermarkas di daerah Asia Timur mengatakan bahwa penyebaran virus HIV semakin
luas dab berada di luar pengamatan sadar.
Laporan
Brown dan Karen Stanecki dari lembaga penelitian Internasional mengemukakan
bahwa HIV/AIDS sudah menyebar diluas di semua Negara Asia.Pertemuan kali
penularan terjadi diantara para pengguna obat narkotik suntikan dan para
homoseksual.Kemudian, setelah 2-3 tahun penularan mulai menyebar dari para
pengguna obat narkotik suntikan kepada para pelacur dan seterusnya dari para
pelacur kepada lelaki penggunannya.
Kemudian mulailah terlihat meningkat rate infeksi HIV pada ibu hamil.
Seperti tidak terbendung lagi, penularan virus dari ibu kepada janin yang
dikandungnya, dan yang menjadi korban tentu generasi berikutnya.
Seperti
sulit dipercaya bahwa penyebaran virus dari satu Negara ke Negara lainnya. Para
ahli membagi Negara Asia ke dalam 3 kelompok perluasan penyebaran penularan
virus HIV, yakni:
·
Kelompok
pertama Negara yang mendapatkan perluasan penurunan secara cepat pada akhir
tahun 1980-an yaitu Negara Kamboja, Myanmar, Thailand, dan beberapa Negara
bagian di India. Di Negara-negara ini, kejadian infeksi HIV pada orang dewasa
sudah di atas 1%.
·
Kelompok
kedua, termasuk Negara Indonesia, Cina, Nepal, dan Vietnam dimana perluasan
penularan HIV terjadi di Negara-negara ini baru sekitar 0,5% penduduk.
·
Kelompok
ketiga, Negara Bangladesh, Jepang, Laos, dan Filipina, dimana baru akhir-akhir
ini mulai terlihat penyebarluasan penularan HIV.
Brown memperingatkan bahwa
sekitar 1% lelaki dewasa dan 0,2% perempuan dewasa di Asia akan terinfeksi HIV
pada tahun perempuan pada tahun 2030. Tidak ada kesanggupan upaya sekarang ini
kejadian infeksi HIV di satu Negara masih rendah, penularan HIV akan segera
terwujud dalam tahun-tahun HIV secara tajam, laporan Stanecki, yaitu hampit 10%
para pengguna obat-obat narkotik suntikan di tahun 1988 akan menjadi 50% di
tahun 2003. Bersamaan dengan ini, penularan melalui Pekerja Seks Komersial juga
makin banyak yaitu baru 0% di tahun 1999, sudah meningkat menjadi 10% di tahun
2003. Menurut Laporan peneliti dari Amerika Serikat, hamper 70% lelaki di Jakarta tidak menggunakan alat pelindung
kalau bermain seks dengan Pekerja Seks Komersial.
Thailand yang sudah menerapkan langkah pencegahan
tersebut secara signifikan berhasil menurunkan penularan HIV, hamper 90% lelaki
Thailand sudah menggunakan alat pelindung kalau bermain seks dengan Pekerja
Seks Komersial. Dengan langkah pencegahan ini Thailand berhasil menurunkan
penularan HIV dari 140.000 di tahun 1999, menjadi 21.000 pada tahun 2003.
Laporan di Kamboja diketahui juga berhasil menurunkan
penularan HIV dengan meningkatkan penggunaan kondom pada Pekerja Seks
Komersial.
Sayangnya, di Indonesia,Cina, dan Bangladesh penggunaan
kondom masih tetap rendah. Padahal menurut laporan ini 10% lelaki di Negara
tersebut rajin mengunjungi Pekerja Seks Komersial secara teratur.
Perempuan Afrika beresiko tinggi tertular HIV, menurut laporan AIDS
keseluruhan dari Amerika, Sepertinnya terjadi feminisasi dalam perjalanan
menuju wabah penularan HIV sehingga setiap Negara harus menyusun
langkah-langkah untuk menghadapinnya.
Patogenesis
HIV
masuk tubuh manusia terutama melalui darah, semen dan sekret vagina, serta
transmisi dari ibu ke anak.
tiga cara penelusuran HIV adalah
sbb:
1. Hubugan
seksual, baik secara vagina, oral, maupun anal dengan seorang pengidap. ini adalah cara yang paling umum terjadi,
meliputi 80-90% total kasus sedunia.
Gambar efisiensi tiap pemaparan tunggal dan perkiraan
persentase terjadinya HIV/AIDS
Cara penularan
|
Efficiency per single exposure
|
Estimated percentage of global
total
|
·
Tranfusi
darah
|
>90%
|
3,5%
|
·
Perinatal
|
![]() |
5 – 10%
|
·
Hubungan
seksual
|
0,1 – 1,0%
|
70 – 80%
-
Heteroseksual
>70%
-
Homoseksual
>5-10%
|
·
Injecting
drug use-sharing needle
|
0,5 – 1,0%
|
5 – 10%
|
·
Health
care-needle stick
|
0,5%
|
<0,1%
|
2. Kontak langsung dengan darah,
produk darah, atau jarum suntik. transfusi darah/produk darah yang tercemar
mempunyai risiko sampai >90%, ditemukan 3-5% total kasus sedunia. pemakaian
jarum suntik tidak steril atau pemakaian bersama jarum suntik dan spuitnya pada
pecandu narkotika berisiko 0,5-1%, ditemukan 5-10% total kasus sedunia.
penularan melalui kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan mempunyai
risiko 0,5% dan mencakup <0,1% total kasus sedunia
3. Transmisi secara vertikal dari
ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya melalui plasenta. Risiko penularan dengan
cara ini 25-40% dan terdapat <0,1% total kasus sedunia. Setelah masuk tubuh,
virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa
hari. Kemudian terjadi sindrom retrovilar akut seperti flu (serupa infeksi
mononukleosis) disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar
limfe. pada tubuh timbul respons imun humoral maupun selular. sindrom ini akan
hilang sendiri setelah 1-3 minggu. kadar virus yang tinggi dalam darah dapat di
turunkan oleh sistem imun tubuh. proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai
terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh
respons imun. titik keseimbangan yang di sebut set point ini penting karena menentukan perjalanan penyakit
selanjutnya. bila tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung
lebih cepat.
Serokonversi
(perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi,
tetapi pernah juga di laporkan sampai 8 bulan. kemudian pasien akan memasuki
masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah
normal 800-1.000/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV
dengan kadar RNA virus relatif konstan.
CD4
adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV. pada
awalnya penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/mm3/tahun, tapi pada 2
tahun terakir penurunan jumlah menjadi 50-100/mm3/tahun sehingga
bila tanpa pengobatan rata-rata masa infeksi HIV sampai menjadi AIDS adalah
8-10 tahun, dimana jumlah CD4 akan mencapai kurang dari 200/mm3.
Manifestasi Klinis
Kondisi
yang di tetapkan sebagai AIDS (CDC, 1993 revisi):
1. Keganasan
•
Sarkoma
Kaposi
•
Limfoma
Burkitt
•
Limfoma
Imunoblastik
•
Limfoma
primer pada otak
•
Kanker
leher rahim invasif
•
Ensefalopati
yang berhubungan dengan infeksi HIV
•
Sindrom
kelelahan karena infeksi HIV
•
Penurunan
imunitas yang hebat (CD4 < 200/mm3)
2. Infeksi
oportunistik :
•
Kandidosis
pada bronkus, trakea, atau paru
•
Kandidosis
pada esofagus
•
Koksidiodomikosis
diseminata atau ekstrapulmoner
•
Kriptokokosis
ekstrapulmoner
•
Kriptosporidiosis
pada usus bersifat kronis (lebih dari 1 bulan)
•
Infeksi
Cytomegalovirus (selain herpes,
limpa, atau kelenjar limfe) Cytomegalovirus retinitis (disertai kehilangan virus)
•
Herpes
simpleks (ulkus kronis lebih dari 1 bulan, bronkitis, pneumonitis, atau
esofagitis)
•
Histoplasmosis
(diseminata atauekstrapulmoner)
•
Isosporiasis
pada usus bersifat kronis (lebih dari 1 bulan)
•
Mycobacterium avium complex atau M. kansasii diseminata atau ekstrapulmoner
•
Mycobacterium tuberculosis (pada paru atau ekstrapulmoner)
•
Pneumocystis carinii pneumonia
•
Pneumonia
rekurens
•
Leukoensefalopati
multifokal progresif
•
Salmonella
septikemia rekurens
•
Toksoplasmosis
pada otak
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
1. Cara
langsung, yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan mikroskop
elektron dan deteksi antigen virus. salah satu cara deteksi antigen virus
adalah dengan polymerase chain reaction (PCR).
penggunaan PCR antara lain untuk :
•
Tes
HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat
pemeriksaan serologis.
•
Menetapkan
status infeksi pada individu seronegatif
•
Tes
pada kelompok risiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
•
Tes
konfirmasi untuk HIV -2 sebab sensitivitas ELISA untuk HIV -2 rendah
2. Cara
tidak langsung, yaitu dengan melihat respons zat anti spesifik. Tes, misalnya:
•
ELISA,
sensitivitasnya tinggi (98,1-100%) . Biasanya
memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi. hasil positif harus di
konfirmasi dengan pemeriksaan western
blot.
•
Western blot , spesifisitas tinggi (99,6-100%),
Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24
jam. mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
•
Immunofluorescent assay (IFA)
•
Radioimmunopraecipitation assay (RIPA)
Diagnosis
1. Diagnosis
dini infeksi HIV
Diagnosis
dini ditegakan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk gejala klinis
atau adanya perilaku berisiko tinggi. untuk diagnosis HIV, yang lazim dipakai
adalah ELISA, Western blot, dan PCR
2. Diagnosis
AIDS
AIDS
merupakan stadium akhir infeksi HIV. pasien dinyatakan sebagai AIDS bila dalam
perkembangan infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi dan kanker oprtunistik
yang mengancam jiwa penderita (lihat kriteria kondisi yang ditetapkan sebagai
AIDS oleh CDC, 1993). Selain itu, termasuk juga ensefalopati, sindrom kelelahan
yang berkaitan debgan AIDS dan hitungan CD4 < 200/mm3.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Peningkatan
survival pada pasien dengan
manifestasi klinis dapat dicapai dengan diagnosis dini, pemberian zidovudin,
pengobatan komplikasi, serta penggunaan antibodi sebagai profilaksis secara
luas, khususnya untuk pneumonia karena P
carinii.
a. Infeksi dini
CDC
menyarankan pemberian antiretroviral pada keadaan asimtomatik bila CD4 300/mm3,
dan CD4 < 500/mm3 pada keadaan simtomatik. obat-obatan:
•
Zidovudin
(ZDV) merupakan analog nukleosida yang telah terbukti menurunkan angka
kematian, insidens infeksi oportunistik, dan gejala-gejala umum pada pasien
AIDS yang telah muncul gejala klinis. Zidovudin ini bekerja dengan cara
menghambat replikasi HIV dengan menghambat cara kerja enzim reversetranscriptase .obat ini menekan P24
antigenaemia, dan memproduksi a modest biasanya transient, meningkatkan hitung sel CD4.
CDC telah menyarankan pemakaian obat
ini untuk infeksi HIV. olberding
menyarankan pemberian ZDV bila hitungan CD4 < 500/mm3 anpa melihat ada tidaknya gejala. Dosis yang
diberikan 500-600 g/hari,
pemberian 100 mg/4 jam sewaktu penderita terjaga.
Efek samping yang timbul antara lain
anemia dan neutropenia, gangguan gastronitestinal, dan pada penggunaan jangka
panjang dapat terjadi miopati dan masuknya virus dengan strain yang telah
berkurang sensitivitasnya.
•
Didanosis
(DDI), digunakan bila penderita tidak toleran terhadap ZDV, atau sebagai
pengganti bila ZDV sudah amat lama digunakan, atau bila pengobatan dengan ZDV
tidak menunjukan hasil
Dosis 2x100mg/12 jam (BB < 60 kg)
atau 2x125mg/12 jam (BB > 60 kg)
b. Profilaksis
indikasi
pemberian profilaksis untuk pneumocystis
carinii pneumoniae (PCR) ialah bila CD4 < 200/mm3,
terdaapat kandiosis oral yang berlangsung lebih dari 2 minggu atau pernah
mengalami infeksi PCP di masa lalu. sedangkan profilaksis pada tuberkulosis
diberikan bila tes kulit PPD 5mm dengan indurasi.
c. Stadium lanjut
pada stadium ini banyak yang dapat
terjadi, umumnya infeksi oportunistik yang mengancam jiwa. oleh karena itu
diperlukan penanganan multidisipliner. Obat yang dapat diberikan adalah ZDV
dengan dosis awal 1000mg/hari dalam 4-5 kali pemberian (BB 70 kg).
d. Pada fase
terminal
yakni
penyakit sudah tak teratasi, pengobatan yang diberikan hanya simtomatik dengan
tujuan pasien merasa cukup enak, bebas dari rasa mual dan sesak, mengatasi
infeksi yang ada, dan mengurangi rasa cemas.
2. Nonmedikamentosa
Mengingat
hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah serta obat yang
dapat mengatasi masalah ini, maka upaya pencegahan merupakan cara yang paling
tepatuntuk menurunkan insidens penyakit ini. Upaya pencegahan ini dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
•
Pendidikan
kepada kelompok yang berisiko terkena AIDS
•
Anjuran
bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darahorgan atau
cairan semen, dan mengubah kebiasaan seksualnya guna mencegah terjadinya
penularan
•
Skrining
darah donor terhadap adanya antibodi HIV.
2. Kutil kelamin
Kutil kelamin merupakan
diagnosis yang paling banyak dapat pasien-pasin yang datang ke
klinik penyakit menular seksual (PMS
atau sexually transmitted disease,STD).
agen infeksius yang menyebabkan kelainan
ini adalah human papilomavirus (HPV),suatu
pathogen yang menyebabkan penyakit-penyakit yang klinis dengan variasi yang
luas. Hubungan antara HPV dan kanker
saluran genitalia telah menarik perhatian pada kutil kelainan yang biasanya
jinak. Spectrum yang luas pada inveksi HPV
genitalia meliputi :
·
Infeksi
laten
·
Inteksi
subklinis
·
Lesi
yang jelas secara klinis (kondiloma,akuminata,kutil)
·
Neoplasia
yang disebabkan HPV.
Infeksi
laten diidentifikasi melalui adanya DNA dan HPV pada contoh jaringan yang
diambil untuk meneliti epidemiologis. Tanpa adanya pengumpulan jaringan,
infeksi laten tidak akan dikenali karena tidak terdapat lesi mikroskopi ataupun
yang terlihat. Infeksi subklinis tampak
sebagai lesi yang datar dan kecil yang terlihat selama pemeriksaan kolposkopik
(perbesaran mikroskopik in situ )
pada jaringan yang telah diberiakan asam asetat. Kutil kelamin yang sebenarnya,
dikenal sebagai kondiloma akuminata, merupakan papul berwarna merah daging,
merah muda, atau pigmen, dengan permukaan menyerupai daun pakis.Kutil sessileataulesi yang menyerupai
kondiloma datar, lebih jarang ditemukan, mencakup hanya 20% dari kutil kelamin
yang dapat terlihat. Mayoritas kutil kelamin pada pria terdapat pada penis.Pada
wanita kutil ditemukan lebih sering ditemukan pada introius vagina dan
labia.Kutil jarang mengenai vagina atau serviks, sebagai besar kutil
asimsomatik.Jika terdapat gejala, seringkali merupakan akibat gesekan local oleh
pakaian atau hubungan intim yang menyebabkan iritasi.Neoplasia yang berhubungan
dengan HPV meliputi lesi intraepital pada serviks (CIN/SIL) dan vulva (VIN) dan
karsinoma invasf pada kedua sisi. Paren HPV pada neoplasia serviks dibahas pada
Bab 43.
Karena kebanyakan kutil kelamin menular melalui hubungan
seksual, adanya penyakit ini merupakan indikasi untuk PMS lainnya.Pasien-pasien
dengan kutil kelamin harus diskrining untuk sifilis, gorneo, klamidia,
hepatitis, dan human immunodeficiency
virus(HIV).Terapi untuk kutil kelamin bersifat local.Terapi bersifat
diskruktif dengan menggunakan nitrogen cair atau pengolesan asam asetat.Yang
menarik, penghancuran pada hanya bebebrapa kelompok lesi dapat menyebabkan
resolusi pada lesi yang tidak diobati.Terapi lainnya meliputi pengolesan
podofilin langsung menahan perbanyakan virus. Pndekatan berdasarkan imunitas
dengan mengoleskan imiquimod, suatu modulator imun yang dimediasi oleh sel T pada sel yang terinfeksi
virus. Terapi bertujuan untuk menghilangkan kutil.Tidak ada terapi yang efektif
dalam mengeradikasi virus.
Epidemiologi kutil kelamin
Sebagai
besar kutil kelamin terdapat pada orang
muda, yang berusia 16-25 tahun. Karena sebagai besar infeksi bersifat subklinis
dan tidak dikenali, data epidemiologis pada infeksi simtomatik tentu menjadi
bias. Penelitian cross sectionalmengenai prevalensi DNA HPV pada specimen sitologis
serviks menunjukan bahwa 15-25% wanita berusia 20-25 tahun positif terinfeksi
HPV ; sekitar 5% positif terhadap sutipe HPV resiko tinggi (misalnya HPV tipe
16). Pada usia 35 tahun. Prevalensi secara keseluruan menurun hingga 5% dan
hanya 1% wanita yang diskrinin positif terhadap subtype HPV 16. Asupan penis
pada 5% pria memberikan hasil positif terhadap DNA HPV.
Sebagaian besar infeksi HPV didapat melalui hububgan
seksual. Sekitar 60% pasangan seksual dari pasien dengan kutil selama akan
mengalami penyakit yang sama. Rerata waktu inkubasi adalah 2-3 bulan.Penularan
tampaknya menurun seiring dengan waktu. Walaupun jarang, HPV dapat ditularkan
melalui cara nonseksual. Neonates dapat terinfeksi selama proses kelahiran.
BIologi molekur human
papilomavirus
HPV
merupakananggota dari family papovaviridae yang merupakan virus DNA. Anggota
lin dari family ini adalah poliyomarius(
virus polio dan SV40 ). Virology HVS sulit dipelajari karena jarang dapat
diisolalikan dalam bentuk bebas dan viable serta tidak dapat diperbanyakpada kultur jaringan sel. Materi
yang mengandung virus hanya tersedia dari kutil yang dieksisi. Pada kulit
kutil, genom virus merupakan molekul DNA sirkular rantai ganda.Pada sebagaian
besar lesi yang berhubungan dengan HV, DNA virus tanpa sebagai episom
ekstrakromosom. Pada beberapa kanker, DNA ,virus diintegrasikan ke dalam DNA
kromosonm pejamu.
Dari 70 genotipe HPV berbeda yang telah diidentifikasi,
hanya tipe 6,11,16,18,31,33, dan 35 yang berhubungan dengan lesi genital. Tipe
6 dan 11 paling sering teridentifikasi pada kutil kelamin, dan tipe 16 dan 18
ditemukan pada neoplasia (subtype risiko tinggi ). HPV subtype 1-5 berhubungan
dengan kutil pada kulit yang umum dan
kutil pada plantar.
Genom papilomavirus telah banyak dianalisis. Genom hanya
memiliki Sembilan gen. gen E1 dan E2 merupakan intertgari kedalam DNA pejamu.
Gen E1 dan E2 berfungsi sebagai repressor gen E6 dan E7 pada kulit yang intak.
Ketika trjadi integrasi dengan pejamu, E1 dan E2 dirusak sehingga E6 dan E7 diekspresikan
secara berlebihan. E6 dan E7 dapat mengganggu protein-protein penekan tumor
yang penting pada sek pejamu. Ekspresi
yang berlebihan pada gen-gen tersebut menyebabkan tranformasi neoplastik, yang menjelaskan potensi
onkogenik pada HPV.
3. Herves
Genetalis
Pada umumnya frekuensi infeksi herves pada vulva
meningkat. Virusnya,yaitu
virus herpes simpleks (VHS),mempunyai dua bentuk yaitu VHS1 dan VHS2.VHS1
biasanya menyebabkan herves simpleks pada bibir,tetapi menyebabkan herpes
genitalis pada 15% kasus.VSH2 menyebabkan herpes genitalis pada 85% kasus.
Serangan
pertama herpes genitalis merupakan serangan yang paling berat.kejadian ini
terjadi setelah kontak seksual dengan orang yang pada saat itu sedang sembuh
dari serangan herpes genital.Permukaan dalam labia mayora adalah bagian yang
paling mugkin terinfeksi . Setelah rasa gatal dan rasa terbakal yang berlansung
singkat,timbul kumpulan-kumpulan benjolan kemerahan yang terasa pedih,yang
kemudian menjadi vesikel dalam waktu 24 jam. Vesikel cepat mengalami ulserasi
membentuk vulkus multiple dangkal yang terasa pedih. Jaringan sekitar
disekitarnya menjadi edematous dan dapat timbul infeksi sekunder,yang justru memperberat edema dan
nyeri. Pada beberapa kasus lesi seperti ini menyebabkan rasa nyeri dan
kesulitan liksi. Setelah 5 hari,ulkus menjadi rusta dan sembuh prlahan-lahan,
penyembuhan terjadi dalam 7-12 hari setelah munulnya vesikel. Dalam masa ini
dan 7 hari setelah sembuh,virus dilepaskan dari daerah yang terinfeksi. Virus juga masuk kedalam sarung
myelin saraf sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi,naik dan tinggal
diradiks ganglion dorsalis. Virus ini kemungkinan bersifat dorman selama
kehidupan seseorang atau terjadi reaktifasi dan turun kembali lewat sepanjang
saraf sehingga timbul serangan herpes yang baru. Serangan kedua dan berikutnya
kurang berat,tetapi menyebabkan rasa tidak nyaman yang mengganggu dan
mengganggu hubungan seksual.
Rekurensi
sekali terjadi pada 30% wanita,antara 2-5% dapt mengalami serangan-serangan
rekuren,kadang-kadang lebih dari 6 kali setahun kekerapan rekurensi semakin
berkurang dengan berlalunya waktu dan
mungkin berhenti sama sekali. Pada kebanyakan kasus,penyebab rekurensi tidak
diketahui tetapi lebih sering terjadi pada fase kluteal siklus menstruasi,jika wanita yang
mempunyai infeksi penyakit seksual
lainnya,atau jika mengalami stress emosional.
Diagnosis
Adanya banyak ulkus menegakkan diagnosis sementara
herpes genitalis,yang harus dikonfirmasi dengan menusuk vesikel untuk
mendapatkan cairan vesikel atau menggosok dengan kapas lidi ( setelah
menggoleskan lignokain 20% beberapa menit sebelumnya) untuk mendapatkan sel
epitel dan mengirimkannya dalam medium transpor virus untuk pemeriksaan biakan.
Pengobatan
Selama berlangsunganya serangan,pasien harus memakai
celana dalam sepanjang waktu karena ia tanpa sengaja dapat menggaruk daerah
yang terinfeksi ketika sedang tidur sehingga dapat memindahkan virus kemata. Ia
harus mencuci tangannya setelah menyentuh daerah terinfeksi atau mengoleskan
obat. Kompres local dengan es atau olesan
jel anestesi dapat mnegurangi gejala.
Obat
satu-satunya yang efektif adalah asiklovir obat ini mahal.Asikovir dapat
mengurangi lama dan keparahan dan serangan awal dan rekuren, dan memperpendek
waktu penularan virus jika diberika awal serangan.Obat ini diberikan perorang
dengan dosis 200 mg 5 kali sehari selama 5 hari.Asiklovir dapat mnegurangi
kekerapan serangan rekuren jika diberikan sebagai profilaksis.Keperluan akal
asiklovir profilaksi harus diperiksa kembali setiap tahun.
Epidemiologi
infeksi HSV genital
Infeksi HSV genital simtomatik mencakup 2-4% dari
kunjungan ke klinik PMS diinggris dan di AS. Infeksi HSV genital dilaporkan
banyak terjadi pada ras kaukasia dibandingkan non-kaukasia. Prevalensi anti
bodi anti-HSV yang berlebihan tinggi terdapat pada kelompok usia koitus lebih
dini dan memiliki pasangan seksual yang lebih banyak.
Insidensi
herpes neonatal adalah 1/7500 kelahiran hidup.
Biologi
virus HSV
HSV merupakan anggota
kelompok herpesvirus dari virus DNA. Herpesviridae meliputi dua serotype HSV
(HSV-1 dan HSV-2 ), sitomegalovirus (CMV). Varisela zostel (chickenpox,shingles),dan virus Epstein-Bar (mononukleois, sindrom
kelelahan kronik). Herpesvirus lebih baik disebut ‘kompleks’ dibandingkan
‘simpleks’ karena mereka memiliki struktur dan siklus replikasi yang paling
rumit dari seluruh virus.
HSV
genital ditularkan saat konak seksual dengan secret atau lesi yang
terkontaminasi.Virus herpes lebih rentan mengalami pengawetan dalam udara
kering dan temperature yang eksterm, membuat penularan oleh fomite menjadi
sangat jarang. Setelah virus mencapai sel mukosa,ia menghancurkan DNA pejamu
selama replikasi yang produktif dari
viris itu sendiri dan membunuh lama repliaksi yang produktif dari virus itu
sendiri dan membunuh sel. HSV menyebar melalui kontak pada sel-sel didekatnya
dan berjalan menuju ujung saraf otonom. Sel mukosa dan kulit yang terinfeksi
HSV memproduksi transsudat serosa yang menimbulkan vesikel klasik yag terlihat
pada kelainan ini.
Setelah infeksi mukokutan genitalia primer, virion HSV
berjalan ke ganglia akar dorsal pada pleksus sakralis (s2-s4) melalui jalur
intra-aksonal.Di sini, mereka menetap dalam keadaan nonreplikatif sampai
terjadi replikasi.Reaktifitas terjadi berlebihan oleh peningkatan yang dramatis
pada sintesis DNA virus.Hal ini diikuti oleh penyebaran virus kembali pada
neuron sensorik ke kulit.Terdapat dua teori baru pada reaktivitas. Pada teori
yang pertama stimulus sperti cedera fisik, panas, gangguan hormonal, atau
perubahan imunologis mengganggu sel
ganglion pejamu. Sebagai responnya, virion disana memperbaruhi sintesis
DNA dan replikasi virus. Pada teori yang kedua, sejumlah
kecil virus secara terus menerus di
produksi oleh sel pejamu. Pathogen ini
dengan konstan menuruni akson sensorik menuju kulit. Menurut hipotesis ini,
kodisi local akan menentukan kapan terjadi rekurensi.
HSV
pada kehamilan dan neonates
Sembilan puluh persen wanita dengan infeksi HSV-2 genitali primer
melepas virus dari serviks selama infeksi akut. Persentasi ini menurun hingga
70% pada wanita dengan infeksi HSV-1 genitali primer 70% pada wanita dengan
episode pertama infeksi HSV-2 genitali nonprime. Jumlah ini sangat berlawanan
dengan 12-20% rerata pelepasan virus pada serviks diantara wanita-wanita dengan
lesi genital eksterna reruken. Hal ini tidak mengejutkan: oleh karena: 50%
wanita hamil dengan HSV genital primer akan menularkan infeksi kepada neonatus
sementara hanya 5% wanita engan HSV
genital reruken akan menularkannya keopada neonatus. Infeksi herpes neonatus
mengancam nyawa.Infeksi ini dapat dicegah dengan melahirkan secara bedah sesar.
4.
Virus
Hepatitis B
Walaupun infeksi virus hepatitis B
(HBV)bersifat endemik di daerah-daerah geografis tertentu, namun di daerah
beriklim sedang sebagian besar infeksi terjadi melalui inokulasi darah yang
tercemar (misalnya dengan saling bertukar tabung dan jarum suntik yang tercemar)
atau secara seksual, terutama melalui kontak homoseks. Penularan heteroseks
juga sekarang dianggap penting.
Karena deteksi antigen E dalam serum
berkaitan dengan replikasi aktif virus, maka individu yang terinfeksi yang
antigenemik E merupakan individu yang paling menular dan sebaiknya mendapat
konseling mengenai daya tular mereka ke pasangan seksual dan selama persalinan
ke bayi mereka.
Telah tersedia vaksin hepatitis B ,
paling tidak dalam jangka pendek memberikan derajat proteksi yang tinggi terhadap
infeksi. Vaksin ini harus ditawarkan kepada pria yang berhubungan intim dengan
pria lain dan kepada wanita pekerja seks komersial.
5.
Virus
Hepatitis C
Virus hepatitis C biasanya
ditularkan secara parenteral, misalnya dengan saling bertukar tabung dan jarum
suntik yang tercemar. Walaupun virus ini dapat ditularkan secara seksual, namun
derajat resiko belum diketahui pasti, penggunaan kondom harus dianjurkan. Virus
juga dapat ditularkan secara vertikal, terutama apabila viral load plasma tinggi. Penyakit hati kronik merupakan
konsekuensi infeksi yang sering terjadi.
6.
Virus
Moluskum Kontagiosum
Moluskum
kontagiosum yang disebabkan oleh virus poxirus, bermanivestasi sebagai
nodus-nodus kulit berwarna seperti kulit berkilap, hemisferis, berumbilikus,
dan bergaris tengah 2-5 mm. Apabila ditularkan melalui kontak seksual, lesi
ditemukan di penis, vulva dan paha bagian dalam. Pada individu dengan gangguan
kekebalan, termasuk mereka yang terjangkit HIV, lesi mungkin ekstensif dan
rekalsitran terhadap terapi. Diagnosis bersifat klinis tetapi dapat dipastikan
dengan pemeriksaan mikroskop elektron terhadap initi lesi yang telah
dikeluarkan dengan menggunakan jerum dan forsep kecil. Terapinya adalah dengan
kuretase, elektrokauterisasi, atau melubangi lesi dengan jarum, yang ujungnya
sudah dicelup dengan larutan iodium.
7.
Sitomegalovirus
Sitomegalovirus
(CMV) adalah virus herpes lain yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan
secara kongenetal. CMV dapat ditemukan di dalam semen dan sekresi
servikovagina, dan terdapat bukti langsung adanya penularan seksual. Namun,
anak-anak juga dapat menjadi sumber dari infeksi ibu. Sebanyak 30-40 % wanita
hamil dengan infeksi (CMV) primer menularkan virus kepada janinnya. Pada 10 %
kasus, infeksi kongenital menyebabkan kematian atau kelainan neonatus, terutama
tuli sensorineural.
Namun, hanya ada sedikit informasi
mengenai apakah terminasi harus ditawarkan kepada wanita yang terjangkit
infeksi CMV primer saat hamil. Kerusakan permanen lebih besar kemungkinannya
terjadi apabila infeksi berlangsung pada paruh pertama kehamilan. Belum ada
informasi bagi wanita hamil mengenai seberapa lama konsepsi harus ditunda
setelah infeksi primer. Penularan virus melalui serviks jelas dapat berlanjut
sampai berbulan-bualn setelah gejala klinis reda.
Pada pasien dengan gangguan
kekebalan yang parah karena infeksi HIV, CMV dapat menyebabkan retinitis,
kolitis, dan pneumonitis, dan berbagai kelainan saraf, termasuk radikulopati
sakrum yang menimbulkan nyeri.
C.
Infeksi Infestasi Artropoda
1. Ftiriasis
Phthirus
pubis (crab louse) memiliki panjang 1,2-2 mm dan mengifestasi di rambut
daerah pubis dan parianal, abdomen, paha, aksila, dan yang jarang adalah
dialis, bulu mata, dan janggut. Kutu ditularkan melalui kontak seksual tetapi
juga dapat menyebar melalui baju. Gejala utamanya adalah gatal-gatal.
Pengobatannya dengan losio fenotrin (0,2%) atau malation (0,5%).
2.
Skabies
Skabies
disebabkan oleh tungau Sarcoptes skabiei
var homonis dan ditularkan melalui kontak dekat (seksual atau non seksual)
dan dapat menginfeksi setiap bagian tubuh, terutama permukaan fleksural siku
dan pergelangan tangan serta genitalia eksterna. Betina dewasa sembunyi dan
meletakkan telur di bawah kulit, serta bergerak cepat melewati kulit.
Keluhan berupa gatal hebat tetapi
sebentar-sebentar, mungkin gatalnya lebih hebat di malam hari kelainan kulit
dapat berupa papula, vesikel, atau liang. Tangan, pergelangan tangan, payudara,
vulva, dan pantat adalah yang paling sering terkena.
Diagnosis
dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik garutan kulit dengan minyak.
Terapi skabies membutuhkan obat yang
dapat membunuh kutu dewasa dan telurnya.
·
Krim
Permetin 5% diaplikasikan ke seluruh permukaan
kulit dari leher sampai ibu jari kaki. Dipakai selama 10 menit 2x sehari selama
2 hari.
·
Krim
Lindan 1% dipakai di daerah yang terkena seminggu sekali.
Jangan mandi paling sedikit 24 jam setelah pengobatan.
·
Bensil
Bensoat Emulsi Topikal 25% dipakai diseluruh tubuh dengan
interval 12 jam kemudian dicuci 12 jam setelah aplikasi terakhir.
·
Asam
Salisilat 2% dan endapan
belerang 4% dipakai di daerah yang terkena.
·
Terapi diatas merupakan indikasi kontra
pada pasien hamil atau menyusui.
·
Pakaian berbahan linen harus dicuci
dengan air panas dan dikeringkan dengan cara dijemur/dipanaskan.
3.
Pedikulosis
Pubis
Merupakan salah satu penyakit
menular yang disebabkan oleh kutu Pthirus
pubis dan paling mudah ditularkan melalui kontak dekat (seksual atau non
seksual), memakai handuk atau sprei bersama. Biasanya terbatas di daerah vulva
tetapi dapat menginveksi kelopak mata dan bagian – bagian tubuh yang lain.
Parasit menaruh telur di dasar folikel rambut. Parasit dewasa mengisap darah
manusia dan berpindah dengan pelan.
Keluhan berupa gatal dan menetap di
daerah pubik yang disbabkan reaksi alergi, disertai lesi mokulopapuler di
vulva.
Diagnosis dibuat dengan visualisasi
telur atau kutu di rambut pubik atau identifikasi mikroskopik kutu dengan
minyak yang tampak seperti ketam.
Terapi pedikulosis pubis membutuhkan
obat yang dapat membunuh kutu dewasa dan telurnya.
Krim
permetrin 5% atau losion 1% :
diaplikasikan kemudian dibiarkan 10 menit lalu dicuci dengan air. Dipakai dua
kali dengan jarak 10 hari untuk membunuh telur yang baru menetes, tetapi terapi
tersebut merupakan indikasi kontra pada pasien hamil atau menyusui.
Pakaian berbahan linen harus dicuci
dengan air panas dan dikeringkan dengan cara dijemur/dipanaskan.
D.Infeksi Protozoa
1. Trikomoniasis
Etiologi
Trikomoniasis
adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau kronik dan
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
Patogenesis
T.
vaginalis menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara
invasi mencapai jaringan epitel dan subepitel.
Manifestasi Klinik
Mata tunasnya 4 hari sampai 3 minggu.
Pada
wanita penyakit ini terutama mengenai dinding vagina di daerh forniks
posterior. Pada kasus akut terlihat duh tubuh vagina seropurulen berwarna
kekuning-kuningan atau kuning hijau berbau tidak enak dan berbusa . Dinding
vagina kemerahan dan sembab , kadang – kadang terbentuk abses kecil yang tampak
sebagai granulasi berwarna merah, dikenal sebagai strawberry appearance. Sekret yang banyak dapat menimbulkan iritasi
pada lipatan paha atau di sekitar genitalia eksterna. Dapat pula terjadi
uretritis, bartolinitis, skenitis, dan sistitis. Pada kasus kronik gejala lebih
ringan dan sekret biasanya tidak berbusa.
Pada
laki- laki biasanya mengenai uretra dan gambaran klinisnyalebih ringan . Pada
kasus akut gejalanya berupa disuria, poliuria, dan duh tubuh uretra
mukopurulen. Kadang- kadang pada urin ada benang- benang halus. Pada bentuk
kronik , gejalanya tidak khas berupa gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh
pada pagi hari.
Pemeriksaan Penunjang
Dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, sediaan apus, serta biakan .
Pada sediaan basah dengan garam faal dapat terlihat pergerakan aktif parasit
yang masih hidup. Sediaan apus dipulas dengan Giemsa atau Gram dan bersifat
Gram nrgatif. Pembiakan menggunakan bermacam- macam perbenihan yang mengandung
serum.
Diagnosis
Diagnosis
kurang tepat bila hanya berdasarkan gambaran klinis karena sering asimtomatik.
Diagnosis etiologik sangat penting.
Penatalaksanaan
Pengobatan
dilakukan secara topikal dan sistemik. Pengobatan secara topikal berupa irigasi
dengan hidrogen peroksida 1-2 % dan larutan asam laktat 4%, bahan supositoria
yang bersifat trikomoniasidal, atau gel dan krim. Untuk pengobatan sistemik,
obat yang sering digunakan antara lain metronidazol per oral, dosis tunggal 2 g
atau 3x 200 mg per hari selama 7 hari , nimorazol dan tinidazol per oral dengan
dosis tunggal 2 g, dan ornidazol dosis tunggal 11/2 g. Penderita dinyatakan sembuh bila keluhan
dan gejala telah menghilang , serta parasit tidak ditemukan lagi pada
pemeriksaan sediaan langsung.
Kehamilan
trimester pertama merupakan kontra indikasi pemberian metronidazol. Namun,
karena banyak bukti yang menunjukkan kaitan infeksi T. Vaginalis dengan pecahnya ketuban sebelum waktunya serta tidak
ada bukti bahwa metronidazol bersifat teratogenik pada manusia, maka
metronidazol dapat diberikan dalam dosis efektif terendah pada trimester kedua
dan ketiga.
Perlu
dianjurkan terhadap pasangan seksualnya untuk melakukan pemeriksaan dan
pengobatan tidak melakukan hubungan seksual selama pengobatan sebelum
dinyatakan sembuh dan menghindari pemakaian barang- barang yang mudah
menimbulkan transmisi.
2.4 Penanganan PMS
A. Penanganan Awal
a.
Segera periksa ke dokter atau petugas kesehatan
b.
Jangan malu menyampaikan keluhan kepada dokter atau
tenaga kesehatan
c.
Memenuhi aturan
pengobatan sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan
d.
Jangan melakukan hubungan seksual kecuali menggunakan
kondom
e.
Pasangan sex sebaiknya memeriksakan diri
f.
Beritahu tentang akiba PMS yang berbahaya bagi
kesehatan diri
B. Penanganan Lanjutan
Pemeriksaan
rutin yang dianjurkan pada wanita untuk infeksi menular seksual
1. Periksa
wanita dalam posisi semi litotomi di ruangan dengan pencahayaan baik dan
nyaman.
2. Inspeksi
mulut dan apabila diidentifikasikan, ambil bahan dari tonsil atau fosa
tonsilaris untuk kultur Neisseria gonorrhoeae
3. Inspeksi
kulit (perhatikan terutama lesi-lesi ynfg menunjukkan skabies atau sifilis
sekunder, ikterus, bekas jarum, ektoparasit)
4. Ambil
darah untuk uji serologis untuk sifilis dan apabila diidentifikasikan untuk
infeksi virus hepatitis B dan human immunodeficiency virus (pada yang terakhir
hanya setelah konseling)
5. Inspeksi
daerah pubis untuk mencari infestasi phthirus pubis, kutil, atau moluskum
kontagiosum
6. Palpasi
kelenjar limfe inguinalis (apabila membesar, catat apakah pembesarannya uni-
atau bilateral dan apakah ada nyeri tekan atau tidak)
7. Inspeksi
labia mayora, labia minora, orifisium uretra, introitus, perineum, dan daerah
parianal.perhatikan ada tidaknya pembengkakan kelenjar borthalin
8. Dengan
telunjuk tangan kanan berada di dalam vagina, pijat dengan lembuturetra dan
cari ada tidaknya pengeluaran mukopus. Dengan menggunakan stik aplikator
berujung kapas, kumpulkan sekresi dan persiapkan kaca objek untuk pemeriksaan
mikroskopik. Kumpulkan lebih banyak sekresi dan kirim untuk kultur N.
Gonorrhoeae.
9. Palpasi
kelenjar borthalin dan inspeksi sekresi yang keluar. Apakah keluar mukopus,
maka sekresi diambil untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur N. Gonorrhoeae
10. Masukkan
spekulum dan inspeksi dinding vagina perhatikan karakter sekresi.
11. Dengan
menggunakan stik aplikator berujung kapas, ambil bahan dan forniks posterior
untuk pemeriksaan mikrobiologis untuk Trichomonas vaginalis (sediaan salin),
Candida spp.(asuan yang diwarnai gram), dan vaginosis bakteri (sediaan saalin
dan asuaan yang diwarnai gram)
12. Apabila
diidentifikasikan, harus dilkukan asupan serviks sebelum uji lain dilakukan
13. Secara
lembut usa serviks dengan kassa yang dipegangoleh forsep dan catat
karakteristik sekresi serviks (spesimen yang sangat adekuat untuk pemeriksaan
mikrobiologis daapaat diperoleh selaama menstruasi)
14. Dengaan
menggunakan stik aplikator berujung kapas, ambil baahan dari kanalis
endoserviks dan apuskan ke kaca objek untuk pemeriksaan mikroskopis kemudian.
Kirim ausan lain dalam medium transportasi untuk kultur N gonorrhoeae
15. Ambil
bahan dari kanalis endoserviks untuk pemeriksaan mikrobiologis Chlamydia
trachomatis
16. Masukkan
stik aplikator berujung kapas sekitar 3 cm ke dalam kanalis anus dan kirim
dalam medium transortasi untuk kultur N. Gonorrhoeae
17. Lakukan
pemeriksaan vagina bimanual, kecuali dikontraindikasikan.
2.5 Peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan PMS
a.
Bidan sebagai role model memberikan contoh sikap yang baik
pada masyarakat
b.
Memberikan konseling pada masyarakat terutama remaja
dan psangan suami istri tentang kesehatan reproduksi.
c.
Memberikan konseling pada masyarakat tentang penyebab
dan akibat PMS
d.
Bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama
dalam pelaksanaan penyuluhan pada masyarakat
e.
Mewaspadai gejala-gejala dan mendeteksi dini adanya
PMS.
BAB
III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Penyakit
menular seksual adalah infeksi yang di tularkan dari satu orang ke orang lain
saat berhubungan badan. Semua orang, pria, wanita (bahkan bahkan anak-anak)
bisa tertular penyakit kelamin ini. Penyakit yang umum terjadi adalah: gonore,
sifilis, herpes, HIV/Aids , Trikomoiasis.
Infeksi yang
ditularkan lewat hubungan seksual, atau Penyakit kelamin menular adalah
penyakit yang cara penularanyya melalui hubungan kelamin. Yang ditularkan dari
satu orang ke orang lain saaat berhubungan badan. Tempat terjangkitnya penyakit
tersebut tidak semata-mata pada alat kelamin .
b.
Saran
Setelah
mengetahui beberapa pengertian penyakit menular seksual diatas, saya sebagai
penulus mengharapkan agar para pembaca lebih berhati-hati terhadap penyakit
ini, dan dapat mengetahui dengan jelas beberapa faktor penyebab, cara mengatasi
dan cara penularanya penyakit menular sseksual. Oleh karena itu,saya sebagai
penulis meminta kritik dan saranya untuk menyempurnakan makalah yang saya buat.
DAFTAR PUSTAKA
·
Anwar
M, dkk. 2001. Ilmu kandungan. P. T.
Bina pustaka sarwono prawirohardjo edisi
III : Jakarta
·
Close
Sylvia. 1998. Kehidupan seksselama
kehamilan dan setelah melahirkan. Arcan : Jakarta
·
Fakultas
kedokteran UI. 2000. Kapita selekta
kedokteran. Media Aesclapias Edisi III :Jakarta
·
Fakultas
kedokteran UI. 1999. Kapita Selektake
dokteran. Media Aesculapius. Edisi III Jilid I : Jakarta
·
Glasier
Anna dan Gabbie Ailsa. 2006 .Keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi. Penerbid buku kedokteran. EGC . Edisi 4: Jakarta
·
Heffner
L.J dan Schust D. 1. 2006. Af a Glance Sistem
Reproduksi Erlangga Edisi Kedua : Jakarta
·
Llewellyn
D dan jones. 2002. Dasar-dasar obstetri
dan Ginikologi . penerbid Hipokrates Edisi 6 : Jakarta
·
Manuaba
Ida Ayu C, dkk .2009 .Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita. Penerbit buku kedokteran EGC Edisi II : Jakarta
·
Naylor
C. 2005. Obstetri –Ginekologi. Penerbit
buku kedokteran EGC : Jakarta
·
Norwitz
E. dan Scorge J. 2007. At a Glance. OBSTETRI DAN GINEKOLOGI. Erlangga Edisi kedua: Jakarta
·
Yatim
Faisal, dkk. 2008. Penyakit kandungan.
Pustaka popular obor : Jakarta
·
Ambarwati Eni. Dkk, (2009). Asuhan Kebidanan
Komunitas. Nuha Medika. Yogjakarta
·
Djuanda Adhi, dkk, (2007). Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. FKUI. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar